Praktik Pendidikan Agama Inklusif di Sekolah Menengah: Studi Implementasi Hak Peserta Didik di SMP dan SMA Budi Luhur Tangerang

 Pendidikan agama merupakan bagian penting dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia. Negara menjamin hak setiap peserta didik untuk mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya Pasal 12 ayat (1) huruf a. Dalam pasal tersebut, ditegaskan bahwa peserta didik berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan keyakinannya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama. Studi ini bertujuan untuk mengamati implementasi hak tersebut di lingkungan SMP dan SMA Budi Luhur Tangerang, serta menggali sejauh mana prinsip inklusivitas diterapkan dalam praktik pendidikan agama di sekolah tersebut.

SMP dan SMA Budi Luhur Tangerang merupakan sekolah swasta yang berada di wilayah perkotaan dengan latar belakang siswa yang relatif beragam secara agama dan sosial-budaya. Dalam pengamatan yang dilakukan, sekolah ini tampak berusaha mengakomodasi keberagaman tersebut dengan menyediakan layanan pendidikan agama sesuai agama yang dianut siswa, yakni Islam, Kristen, dan Katolik. Setiap siswa diarahkan untuk mengikuti pelajaran agama sesuai keyakinannya masing-masing. Pembagian kelas agama dilakukan berdasarkan data agama yang tercantum dalam dokumen resmi saat pendaftaran, dan proses pengajarannya dilaksanakan oleh guru yang memiliki latar belakang agama yang sesuai. Dalam hal kurikulum, sekolah mengacu pada Kurikulum Merdeka maupun Kurikulum 2013, tergantung pada jenjang dan kebijakan internal sekolah. Materi ajar disesuaikan dengan standar nasional, namun guru diberi keleluasaan untuk menyesuaikan pendekatan pembelajaran agar relevan dengan kondisi siswa. Hal ini menjadi bentuk implementasi pendekatan inklusif, di mana tidak hanya soal penyediaan kelas sesuai agama, tetapi juga penyampaian materi yang bersifat mendidik tanpa mendiskreditkan agama lain.

Namun, praktik pendidikan agama yang inklusif tentu tidak terlepas dari tantangan. Salah satu kendala yang diidentifikasi adalah keterbatasan jumlah guru agama non-Islam. Karena mayoritas siswa beragama Islam, kebutuhan guru agama Kristen dan Katolik lebih rendah, yang terkadang menyulitkan sekolah dalam memenuhi ketentuan pengajaran oleh guru seagama. Untuk menyiasatinya, sekolah bekerja sama dengan yayasan atau lembaga keagamaan setempat untuk menghadirkan tenaga pengajar yang kompeten. Kegiatan keagamaan di luar kelas, seperti misa atau perayaan hari besar keagamaan, juga difasilitasi dalam batas tertentu, menunjukkan komitmen sekolah terhadap toleransi dan penghormatan atas keberagaman keyakinan. Dari segi sikap siswa dan guru, wawancara dan pengamatan menunjukkan bahwa terdapat kesadaran akan pentingnya toleransi dan keberagaman. Siswa terbiasa dengan perbedaan, dan tidak ditemukan indikasi diskriminasi berdasarkan agama. Sekolah juga rutin mengadakan kegiatan lintas agama yang bersifat sosial, seperti bakti sosial dan kerja bakti, yang mempertemukan siswa dari berbagai latar belakang dalam suasana kolaboratif.

Praktik di SMP dan SMA Budi Luhur Tangerang menunjukkan bahwa implementasi hak peserta didik dalam memperoleh pendidikan agama sesuai keyakinan mereka dapat berjalan secara inklusif ketika terdapat komitmen dari pihak sekolah, dukungan dari orang tua, dan kesadaran multikultural dari seluruh komunitas sekolah. Hal ini sejalan dengan semangat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang tidak hanya menekankan aspek administratif, tetapi juga nilai-nilai keberagaman, toleransi, dan penghargaan terhadap hak asasi manusia.

Kesimpulannya, praktik pendidikan agama inklusif yang dijalankan di SMP dan SMA Budi Luhur Tangerang menjadi contoh positif dalam upaya mewujudkan sistem pendidikan yang menghargai keberagaman. Meski masih terdapat tantangan, terutama dalam hal ketersediaan tenaga pendidik, upaya sekolah dalam menjalankan ketentuan undang-undang secara konsisten patut diapresiasi. Model seperti ini penting untuk direplikasi di sekolah-sekolah lain guna memperkuat semangat kebangsaan yang pluralis dalam dunia pendidikan Indonesia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengkaji Tradisi Sekaten di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Perspektif Islam

Kontestasi Makna Religius dan Budaya dalam Pelaksanaan Ritual Tabuik di Sumatera Barat

Dari Dalam Diri: Membangun Harmoni dalam Hubungan Internal Agama dan Spiritualitas