Asas Kerahasiaan







Merupakan tulisan sebagai tugas mata kuliah Hadist Dakwah 
A.    Redaksi Hadis

عَنْ  اَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِ قَالَ : لَا يَسْتُرُ عَبْدٌ عَبْدًا فِيْ الدُّنْيَا اِلَّا سَتَرَ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. ( رواه مسلم )

B.     Terjemahan Hadis
“Dari Abu Hurairah R.A. bahwa Nabi SAW bersabda: Tiada seseorang yang menutup (cacat) seseorang di dunia, melainkan kelak di hari kiamat Allah pasti akan menutupi (cacat)nya.” (HR. Muslim)
C.    Uraian
Di antara akhlak Islam yang sangat penting ialah “malu”, sedang yang termasuk dalam kategori malu ialah tidak menyebut-nyebut sesuatu atau cacat yang pemiliknya merasa malu diketahui orang, sekalipun hal itu betul-betul ada padanya, sebab membeber “rahasia” orang itu kadang-kadang membawa bahaya yang berkepanjangan, bahkan kadang-kadang membuat orang lain tersebut berani untuk berbuat yang kurang baik, seperti berbuat kerusakan dan kejahatan. Kecuali kalau orang yang berbuat maksiat itu sudah kelewat batas dan tidak tahu malu, maka rahasia itu perlu disiarkan dan diberi ancaman supaya orang lain tidak terkena pengaruhnya.
Karena itu, hadis di atas khusus untuk orang-orang yang memang lahiriyahnya itu baik dan takwa, supaya kewibawaan tetap terpelihara dan rasa malunya tertutupi. Namun, kita tidak dilarang untuk memberi nasehat atas kekeliruannya itu dengan cara tertutup. Juga tidak dilarang untuk mengungkapkan rahasia kejelekannya dalam pengadilan.
Adapun yang dimaksud “Allah akan menutup cacatnya di hari kiamat” itu, ialah dengan dihapus dosa-dosanya atau ditutupi siksaannya di hadapan “ahlul mahsyar” (orang-orang yang sedang terhimpun di Mahsyar). (Husaini, 1970, I: 417)
Asas kerahasiaan merupakan kunci dalam pelayanan konseling. Dalam pelayanan konseling perlu tertanam rasa saling mempercayai antara klien dan konselor. Kepercayaan klien terhadap konselor harus terjamin intern sifatnya agar ia bersedia memanfaatkan jasa konseling dengan sebaik-baiknya.
Demikian pula proses konseling akan berjalan dengan lancar dan berhasil baik jika didukung oleh kepercayaan dimaksud. Oleh karena itu konselor harus dapat menjaga kerahasiaan, baik tentang hal ikhwal maupun tentang segala sesuatu yang dibicarakannya kepada konselor, terutama hal-hal atau keterangan/ keadaannya yang tidak boleh atau tidak layak diketahui orang lain.
Kepercayaan klien akan hilang manakala ia merasa kerahasiaan tidak lagi terjaga, sehingga pelayanan konseling tidak lagi mendapat tempat di hatinya, atau di hati para calon klien yang lain. Mereka akan merasa takut meminta bantuan konselor karena khawatir diri dan masalah mereka akan menjadi bahan gunjingan apalagi sampai menjadi bahan cemoohan. Jika hal ini terjadi tentu saja akan sangat menghambat jalannya proses konseling, dan mungkin akan gagal sama sekali. Dengan demikian, untuk menjaga kepercayaan klien, konselor harus lebih dahulu mendapat izin mereka ketika merasa pelayanan konseling merasa memerlukan bantuan/ jasa pihak lain, atau merasa perlu menyampaikan data/ keterangan serta hal ikhwal mereka kepada orang/ pihak lain yang berwenang. Dalam hubungan ini Singgih Dirga Gunarsa mempertegas pendapat Blocher tentang tiga tingkatan kerahasiaan yaitu sebagai berikut.
  1. Tingkatan pertama, kerahasiaan melibatkan penggunaan keterangan secara profesional. Setiap konselor bertanggung jawab untuk mempergunakan keterangan-keterangan tentang klien hanya untuk tujuan professional. Keterangan-keterangan ini bukan hanya yang diperoleh dalam pertemuan dengan konselor, tetapi meliputi juga keterangan atau faktor tentang klien yang diketahuinya.
  2. Tingkatan kedua, kerahasiaan berkaitan dengan keterangan tentang klien yang muncul di luar hubungan konseling. Dalam hal ini klien berhak meminta keterangan tersebut dipergunakan demi kesejahteraan mereka.
  3. Tingkatan ketiga, kerahasiaan terjadi bilamana klien dengan jelas menolak berkomunikasi dengan penuh kepercayaan kepada konselor. Dalam hal seperti ini jika jelas ada bahaya yang mengancam keselamatannya, konselor bisa membuat sesuatu keadaan yang menggoncangkan dan selanjutnya bersama klien menghadapinya agar klien merasa bisa dibantu dan tercipta hubungan dengan sifat rahasia. (Saiful Akhyar Lubis, 2007: 56-57)
Kerahasiaan merupakan aplikasi dari sifat amanah (kepercayaan). Amanah itu suatu sifat atau sikap pribadi yang setia, tulus hati dan jujur dalam melakukan sesuatu yang dipercayakan kepadanya, berupa harta benda, rahasia maupun tugas kewajiban. Pelaksanaan amanat dengan baik dapat disebut “al- Amin” yang berarti yang dapat dipercaya, yang jujur, yang setia, yang aman. (Hamzah Ya’qub, 1983: 98)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengkaji Tradisi Sekaten di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Perspektif Islam

Kontestasi Makna Religius dan Budaya dalam Pelaksanaan Ritual Tabuik di Sumatera Barat

Dari Dalam Diri: Membangun Harmoni dalam Hubungan Internal Agama dan Spiritualitas