Merekontruksi Psikologi Abnormal dalam Perspektif Barat dan Perspektif Islam

Merekontruksi Psikologi Abnormal dalam Perspektif Barat dan Perspektif Islam




A.    Pengertian Psikologi Abnormal
1.      Secara Umum
Psikologi abnormal kadang-kadang disebut juga psikopatologi. Dalam bahasa Inggris dinyatakan dengan istilah Abnormal Psychology. Berikut dikemukakan beberapa definisi.
Menurut Kartini Kartono (2000: 25), psikologi abnormal adalah salah satu cabang psikologi yang menyelidiki segala bentuk gangguan mental dan abnormalitas jiwa. Singgih Dirgagunarsa (1999: 140) mendefinisikan psikologi abnormal atau psikopatologi sebagai lapangan psikologi yang berhubungan dengan kelainan atau hambatan kepribadian, yang menyangkut proses dan isi kejiwaan.[1]
Berkenaan dengan definisi psikologi abnormal, pada Ensiklopedia Bebas Wikipedia (2009), dinyatakan “Abnormal psychology is an academic and applied subfield of psychology involving the scientific study of abnormal experience and behavior (as in neuroses, psychoses and mental retardation) or with certain incompletely understood states (as dreams and hypnosis) in order to understand and change abnormal patterns of functioning”.[2]
Definisi psikologi abnormal juga dapat dijumpai di Merriem-Webster OnLine (2009). Pada kamus online tersebut dinyatakan: “Abnormal psychology : a branch of psychology concerned with mental and emotional disorders (as neuroses, psychoses, and mental retardation) and with certain incompletely understood normal phenomena (as dreams and hypnosis)”[3]
Dari empat definisi yang dinyatakan dengan kalimat yang berbeda tersebut dapat diidentifikasi pokok-pokok pengertian psikologi abnormal sebagai berikut.
·         Psikologi abnormal merupakan salah satu cabang dari psikologi atau psikologi khusus.
·         Yang dibahas dalam psikologi abnormal adalah segala bentuk gangguan atau kelainan jiwa baik yang menyangkut isi (mengenai apa saja yang mengalami kelainan) maupun proses (mengenai faktor penyebab, manifestasi, dan akibat dari gangguan tersebut).[4]

2.      Secara Islam  
Sedangkan dalam Islam, psikologi abnormal lebih dikenal dengan psikopatologi. Dalam Islam, psikopatologi dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu yang bersifat ukhrawi dan duniawi. Macam-macam psikopatologi yang termasuk ke dalam kategori duniawi berupa gejala-gejala atau penyakit kejiwaan sebagaimana yang disebutkan dalam psikologi abnormal kontemporer, sedangkan psikopatologi yang bersifat ukhrawi berupa penyakit akibat penyimpangan norma-norma atau nilai-nilai moral, spiritual, dan agama.
Menurut Al-Ghazali menyatakan psikopatologi yang merusak sistem kehidupan spiritualitas dan keagamaan seseorang disebut dengan al-akhlaq al-khabisah yaitu akhlak yang buruk yang merupakan penyakit hati dan penyakit jiwa yang dilihat dari perspektif spiritual dan keagamaan.[5]
Senada dengan pernyataan tersebut, Al-Razi dalam Al-Thibb Al-Ruhaniyah menyatakan bahwa salah satu bentuk psikopatologi adalah perilaku (akhlak) tercela, sedangkan akhlak mahmudah merupakan pengobatan rohani.[6]
B.     Faktor Penyebab Perilaku Abnormal
1.      Secara Umum
Melalui usaha-usaha yang panjang, psikolog terus berjuang untuk menemukan defenisi yang tepat tentang perilaku abnormal. Melalui itu, psikolog mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan:[7]
·         Abnormalitas sebagai pergeseran rata-rata. Melalui pendekatan statistik yang kita gunakan, dengan mudah kita dapat mengobservasi apa saja perilaku yang langka atau jarang terjadi dalam lingkungan masyarakat tertentu atau budaya dan memberi label penyimpangan tersebut dari norma abnormal. Namun, kesulitannya beberapa perilaku secara statistik jarang terjadi jelas sehingga tidak termasuk dalam klasifikasi abnormal. Disimpulkan bahwa defenisi abnormalitas yang mengacu pada pergeseran rata-rata ini adalah tidak memadai sehingga suatu perilaku dapat dikatakan abnormal.
·         Abnormalitas sebagai pergeseran dari ideal. Melalui pendekatan ini dianggap suatu perilaku abnormal jika cukup menyimpang dari beberapa standar ideal atau standar budaya. Dalam hal ini, standar itu akan terus berubah setiap waktu dan bervariasi pada seluruh kebudayaan yang disetujui secara universal.
·         Abnormalitas sebagai rasa ketidaknyamanan personal. Dalam pendekatan ini, perilaku dianggap abnormal apabila menghasilkan perasaan tertekan, gelisah, atau merasa bersalah kepada seorang individu dan merugikan seseorang dalam beberapa hal.
·         Abnormalitas sebagai ketidakmampuan untuk berfungsi efektif. Berdasarkan pandangan ini, seseorang dikatakan abnormal apabila ia tidak mampu berfungsi secara efektif dan beradaptasi dengan permintaan masyarakat.
·         Abnormalitas sebagai sebuah konsep hukum. Menurut pendapat ini, perilaku abnormal dianggap muncul jika seseorang telah menerima yurisdiksi-yurisdiksi akan menunjukkan berbagai bentuk perilaku yang menjadi bentuk perbedaan antara perilaku normal dan abnormal.

Melihat tidak adanya defenisi sebelumnya mengenai perilaku abnormal menyebabkan perbedaan antara perilaku normal dan abnormal tetap ambigu, bahkan itupun terjadi bagi orang yang profesional dalam bidangnya. Mengingat hal ini, menyebabkan kesimpangsiuran tentang perilaku abnormal dalam kehidupan bermasyarakat dan berbudaya sehingga akan mempengaruhi pemahaman mengenai perilaku abnormal tersebut. (Scheff, 1998; Sanderson, 2007). Akhirnya, mengingat sulitnya untuk membangun defenisi perilaku abnormal maka salah seorang psikolog yang bernama Nolen Hoeksema (2007) mendefenisikan perilaku abnormal sebagai perilaku yang menyebabkan orang mengalami penderitaan dan mencegah mereka dari keberfungsian mereka dalam kebidupan sehari-hari.[8]
Manusia merupakan makhluk biologis, makhluk individu, makhluk sosial, makhluk etis, dst., sehingga perilaku manusia dapat dijelaskan dari dimensi-dimensi tersebut. begitu juga bila berbicara mengenai abnormalitas jiwa. Berikut ini dikemukakan beberapa konsepsi mengenai abnormalitas menurut tinjauan tertentu (Maramis, 2005 : 94-100; Kartini Kartono, 1999 : 1-10).[9]
·         Abnormalitas Menurut Konsepsi Statistik. Secara statistik suatu gejala dinyatakan sebagai abnormal bila menyimpang dari mayoritas. Dengan demikian seorang yang jenius sama-sama abnormalnya dengan seorang idiot, seorang yang jujur menjadi abnormal diantara komunitas orang yang tidak jujur.
·         Abnormal menurut Konsepsi Patologis. Berdasarkan konsepsi ini tingkah laku individu dinyatakan tidak normal bila terdapat simptom-simptom klinis tertentu, misalnya ilusi, halusinasi, obsesi, fobia,dst. Sebaliknya individu yang tingkah lakunya tidak menunjukkan adanya simptom-simptom tersebut adalah individu yang normal.
·         Abnormal menurut Konsepsi Penyesuaian Pribadi. Menurut konsepsi ini seseorang dinyatakan penyesuaiannya baik bila yang bersangkutan mampu menangani setiap masalah yang dihadapinya dengan berhasil. Dan hal itu menunjukkan bahwa dirinya memiliki jiwa yang normal. Tetapi bila dalam menghadapi maslah dirinya menunjukkan kecemasan, kesedihan, ketakutan, dst. yang pada akhirnya masalah tidak terpecahkan, maka dikatakan bahwa penyesuaian pribadinya tidak baik, sehingga dinyatakan jiwanya tidak normal.
·         Abnormalitas Menurut Konsepsi Sosio-Kultural. Setiap masyarakat pasti memiliki seperangkat norma yang berfungsi sebagai pengatur tingkah laku para anggotanya. Individu sebagai anggota masyarakat dituntut untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma sosial dan susila di mana dia berada. Bila individu tingkah lakunya menyimpang dari norma-norma tersebut, maka dirinya dinyatakan sebagai individu yang tidak normal.
·         Abnormalitas menurut Konsepsi Kematangan Pribadi. Menurut konsepsi kematangan pribadi, seseorang dinyatakan normal jiwanya bila dirinya telah menunjukkan kematangan pribadinya, yaitu bila dirinya mampu berperilaku sesuai dengan tingkat perkembangannya.

Pembahasan mengenai abnormalitas dari satu sudut pandang atau konsepsi tertentu ternyata memiliki kelemahan. Oleh karena itu dengan menggunakan berbagai sudut pandang diharapkan dapat diidentifikasi dengan tepat apakah perilaku itu normal atau tidak. Dan berikut ini dikemukakan dua pandangan mengenai abnormalitas secara eklektis.



a.      Menurut Maslow dan Mittelmann
Maslow dan Mittelmann menyatakan bahwa pribadi yang normal dengan jiwa yang sehat ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut.[10]
Ø  Memiliki rasa aman yang tepat (sense of security)
Ø  Memiliki penilaian diri (self evaluation) dan wawasan (insight) yang rasional.
Ø  Memiliki spontanitas dan emosional yang tepat.
Ø  Memiliki kontak dengan realitas secara efisien.
Ø  Memiliki dorongan-dorongan dan nafsu-nafsu yang sehat.
Ø  Memiliki pengetahuan mengenai dirinya secara objektif.
Ø  Memiliki tujuan hidup yang adekuat, tujuan hidup yang realistis, yang didukung oleh potensi.
Ø  Mampu belajar dari pengalaman hidupnya.
Ø  Sanggup untuk memenuhi tuntutan-tuntutan kelompoknya.
Ø  Ada sikap emansipasi yang sehat pada kelompoknya.
Ø  Kepribadiannya terintegrasi.

b.      Kriteria Pribadi yang normal menurut W.F. Maramis.
Menurut Maramis terdapat enam kelompok sifat yang dapat dipakai untuk menentukan abnormalitas. Keenam sifat dimaksud adalah sebagai berikut.[11]
Ø  Sikap terhadap diri sendiri dimana menerima dirinya sendiri, identitas diri yang memadai, serta penilaian yang realistis terhadap kemampuannya.
Ø  Cerapan (persepsi) terhadap kenyataan dimana mempunyai pandangan yang realistis tentang diri sendiri dan lingkungannya.
Ø  Integrasi: kesatuan kepribadian, bebas dari konflik pribadi yang melumpuhkan dan memiliki daya tahan yang baik terhadap stres.
Ø  Kemampuan dimana memiliki kemampuan dasar secara fisik, intelektual, emosional, dan sosial sehingga mampu mengatasi berbagai masalah.
Ø  Otonomi dimana memiliki kepercayaan pada diri sendiri yang memadai, bertanggung jawab, mampu mengarahkan dirinya pada tujuan hidup.
Ø  Perkembangan dan perwujudan dirinya dimana kecenderungan pada kematangan yang makin tinggi.

Sebab-sebab perilaku Abnormal dapat ditinjau dari beberapa sudut, misalnya berdasarkan tahap berfungsinya dan menurut sumber asalnya. Kedua macam penggolongan tersebut disajikan sebagai berikut..[12]
a)      Menurut Tahap Berfungsinya
Menurut tahap-tahap berfungsinya, sebab-sebab perilaku abnormal dapat dibedakan sebagai berikut.
·         Penyebab Primer (Primary Cause)
Penyebab primer adalah kondisi yang tanpa kehadirannya suatu gangguan tidak akan muncul. Misalnya infeksi sifilis yang menyerang sistem saraf pada kasus paresis general yaitu sejenis psikosis yang disertai paralysis atau kelumpuhan yang bersifat progresif atau berkembang secara bertahap sampai akhirnya penderita mengalami kelumpuhan total. Tanpa infeksi sipilis gangguan ini tidak mungkin menyerang seseorang.
·         Penyebab yang Menyiapkan (Predisposing Cause)
Kondisi yang mendahului dan membuka jalan bagi kemungkinan terjadinya gangguan tertentu dalam kondisi-kondisi tertentu di masa mendatang. Misalnya anak yang ditolak oleh orang tuanya (rejected child) mungkin menjadi lebih rentan dengan tekanan hidup sesudah dewasa dibandingkan dengan orang-orang yang memiliki dasar rasa aman yang lebih baik.
·         Penyebab Pencetus (Preciptating Cause)
Penyebab pencetus adalah setiap kondisi yang tak tertahankan bagi individu dan mencetuskan gangguan. Misalnya seorang wanita muda yang menjadi terganggu sesudah mengalami kekecewaan berat ditinggalkan oleh tunangannya. Contoh lain seorang pria setengah baya yang menjadi terganggu karena kecewa berat sesudah bisnis pakaiannya bangkrut.
·         Penyebab Yang Menguatkan (Reinforcing Cause)
Kondisi yang cenderung mempertahankan atau memperteguh tinkah laku maladaptif yang sudah terjadi. Misalnya perhatian yang berlebihan pada seorang gadis yang sedang sakit justru dapat menyebabkan yang bersangkutan kurang bertanggungjawab atas dirinya, dan menunda kesembuhannya.
·         Sirkulasi Faktor-faktor Penyebab
Dalam kenyataan, suatu gangguan perilaku jarang disebabkan oleh satu penyebab tunggal. Serangkaian faktor penyebab yang kompleks, bukan sebagai hubungan sebab akibat sederhana melainkan saling mempengaruhi sebagai lingkaran setan, sering menadi sumber penyebab sebagai abnormalitas. Misalnya sepasang suami istri menjalani konseling untuk mengatasi problem dalam hubungan perkawinan mereka. Sang suami menuduh istrinya senang berfoya-foya sedangkan sang suami hanya asyik dengan dirinya dan tidak memperhatikannya. Menurut versi sang suami dia jengkel keada istrinya karena suka berfoya-foya bersama teman-temannya. Jadi tidak lagi jelas mana sebab mana akibat.




b)      Menurut Sumber Asalnya
Berdasarkan sumber asalnya, sebab-sebab perilaku abnormal dapat digolongkan sedikitnya menjadi tiga yaitu:
·         Faktor Biologis
Adalah berbagai keadaan biologis atau jasmani yang dapat menghambat perkembangan ataupun fungsi sang pribadi dalam kehidupan sehari-hari seperti kelainan gen, kurang gizi, penyakit dsb. Pengaruh-pengaruh faktor biologis lazimnya bersifa menyeluruh. Artinya mempengaruhi seluruh aspek tingkah laku, mulai dari kecerdasan sampai daya tahan terhadap stress.
·         Faktor-faktor Psikososial
-          Trauma Di Masa Kanak-Kanak
Trauma Psikologis adalah pengalaman yang menghancurkan rasa aman, rasa mampu, dan harga diri sehingga menimbulkan luka psikologis yang sulit disembuhkan sepenuhnya. Trauma psikologis yang dialami pada masa kanak-kanak cenderung akan terus dibawa sampai ke masa dewasa.
-          Deprivasi Parental
Tiadanya kesempatan untuk mendapatka rangsangan emosi dari orang tua, berupa kehangatan, kontak fisik,rangsangan intelektual, emosional dan social. Ada beberapa kemungkinan sebab misalnya, [1] Dipisahkan dari orang tua dan dititipkan di panti asuhan, [2] Kurangnya perhatian dari pihak orang tua kendati tinggal bersama orang tua di rumah.
-          Hubungan orang tua  dan anak yang patogenik
Hubungan patogenik adalah hubungan yang tidak serasi, dalam hal ini hubungan antara orang tua dan anak yang berakibat menimbulkan masalah atau gangguan tertentu pada anak.
-          Struktur keluarga yang patogenik
Struktur keluarga sangat menentukan corak komunikasi yang berlangsung diantara para anggotanya. Struktur keluarga tertentu melahirkan pola komunikasi yang kurang sehat dan selanjutnya muncul pola gangguan perilaku pada sebagian anggotanya. Ada empat struktur keluarga yang melahirkan gangguan pada para anggotanya:
a)      Keluarga yang tidak mampu mengatasi masalah sehari-hari.
Kehidupan keluarga karena berbagai macam sebab seperti tidak memiliki cukup sumber atau karena orang tua tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan secukupnya.
b)      Keluarga yang antisosial
Keluarga yang menganut nilai-nilai yang bertentangan dengan masyarakat luas.
c)      Keluarga yang tidak akur dan keluarga yang bermasalah.
d)     Keluarga yang tidak utuh
Keluarga dimana ayah atau ibu yang tidak ada di rumah, entah karena sudah meninggal atau sebab lain seperti perceraian, ayah memiliki dua istri dll.
-          Stress berat
Stress adalah keadaan yang menekan khususnya secara psikologis. Keadaan ini dapat ditimbulkan oleh berbagai sebab, seperti :
a)      Frustasi yang menyebabkan hilangnya harga diri
b)      Konflik nilai
c)      Tekanan kehidupan modern
·         Faktor-faktor Sosiokultural
Meliputi keadaan obyektif dalam masyarakat atau tuntutan dari masyarakat yang dapat berakibat menimbulkan tekanan dalam individu dan selanjutnya melahirkan berbagai bentuk gangguan seperti :
-          Suasana perang dan suasana kehidupan yang diliputi oleh kekerasan.
-          Terpaksa menjalani peran social yang berpotensi menimbulkan gangguan, seperti menjadi tentara yang dalam peperangan harus membunuh.
-          Menjadi korban prasangka dan diskriminasi berdasarkan penggolongan tertentu seperti berdasarkan agama, ras, suku dll.

2.      Secara Islam
Menurut Al Ghazali yang merupakan seorang teolog muslim berpendapat bahwa ilmu jiwa merupakan salah satu jalan dalam mengenal Allah SWT secara lebih dekat.[13]
Beliau membagi sifat manusia menjadi empat yang didasarkan pada kekuatan emosi dan syahwat yang menguasai manusia yang menjadi penyebab munculnya gangguan psikologis dalam bentuk perilaku abnormal yaitu:
Ø  Sifat hewan buas (assab’iyyah) yang termanifestasikan dalam perilaku permusuhan, kebencian, penyerangan terhadap manusia lain baik melalui perkataan maupun perbuatan.
Ø  Sifat hewan liar (albahimiyah) yang termanifestasikan dalam perilaku kejahatan, ketamakan, dan seksual.
Ø  Sifat setan (asysyaithaniyah) yang termanifestasikan dalam perilaku kejahatan dan memperlihatkan kejahatan tersebut dalam bentuk kebaikan.
Ø  Sifat ketuhanan (arrabbaniyah) yang termanifestasikan berupa perilaku cinta kekuasaan, kebesaran, kekhususan, dan sombong.




Selain itu, Al-Ghazali juga menyebutkan delapan kategori yang termasuk perilaku merusak (Al-Muhlikat) yang mengakibatkan psikopatologi[14], yaitu :
Ø  Bahaya syahwat perut dan kelamin (seperti memakan makanan syubhat atau haram, atau berhubungan seks yang dilarang);
Ø  Bahaya mulut (seperti mengolok-olok, debat yang tidak berarti, dusta, adu domba, dan menceritakan kejelekan orang lain);
Ø  Bahaya marah, iri, dan dengki;
Ø  Bahaya cinta dunia (hub ad-dunya);
Ø  Bahaya cinta harta dan pelit;
Ø  Bahaya angkuh dan pamer;
Ø  Bahaya sombong dan membanggakan diri; dan
Ø  Bahaya menipu.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengemukakan lima macam yang menyebabkan psikopatologi, yaitu:
Ø  Banyak campur tangan dengan urusan orang lain, sehingga menyebabkan perselisihan dan perpecahan (Q.S. Az- Zukhruf: 67);
Ø  Berangan-angan pada sesuatu yang tidak mungkin terjadi, sehingga menimbulkan kemalasan dan bisikan jahat;
Ø  Bergantung pada selain Allah SWT, sehingga dirinya tidak memiliki kebebasan dan kemerdekaan;
Ø  Makan yang berlebihan, terlebih lagi makanan haram, yang dapat menimbulkan kemalasan dalam beribadah; dan
Ø  Banyak tidur, sehingga mengurangi tafakkur dan taddakur, hanya menggemukkan badan, dan menyia-nyiakan waktu.



C.    Model Rehabilitasi atau Resosialisasi Perilaku Abnormal
1.       Secara Umum
Berikut ini dalam mengatasi masalah perilaku abnormal menggunakan dengan berbagai terapi dengan menggunakan pendekatan utama. Ada empat pendekatan utama dalam terapi: psikodinamika, behavioral, kognitif, dan humanistik.[15]
Terapi dengan pendekatan psikodinamika. Teori psikodinamika berusaha membawa konflik masa lalu yang belum terselasaikan dan impuls yang tidak dapat diterima dari ketidaksadaran ke area sadar, sehingga pasien dapat mengatasi masalah tersebut secara lebih efektif. Pendekatan psikodinamika didasarkan pada pendekatan psikoanalisis Freud yang bertujuan untuk melepaskan pikiran dan perasaan yang tersembunyi  di area tidak sadar untuk mengurangi kekuatan mereka dalam mengontrol perilaku.
Terapi dengan pendekatan behavioral. Dengan dibangun diatas proses belajar, pendekatan treatmen behavioral memiliki asumsi dasar bahwa setiap perilaku, baik perilaku abnormal dan perilaku normal harus dipelajari. Dengan memodifikasi perilaku abnormal, para pengikut pendekatan behavioral menyebutkan bahwa orang tersebut harus mempelajari perilaku yang baru untuk menggantikan kecakapan yang salah yang telah mereka kembangkan, dan menghilangkan pola perilaku maladaptif yang mereka miliki. (Krijin dkk., 2004; Norton dan Price, 2007).
Terapi dengan pendekatan kognitif. Melalui terapi ini diajarkan seseorang untuk berpikir secara lebih adaptif dengan mengubah disfungsi kognitif mereka mengenai dunia dan diri mereka sendiri. Melalui ini diajarkan kita untuk mengubah pola pikiran yang membuat seseorang terjebak dalam disfungsi cara berpikir. Terapis mengajarkan secara tematis kepada klien untuk menentang asumsi mereka dan mengadopsi pendekatan baru terhadap masalah lama.
Terapi dengan pendekatan humanistik. Terapi ini mengambil sudut pandang filsafat mengenai tanggung jawab diri untuk mengembangkan teknik-teknik treatmen. Terapis humanistik percaya bahwa seseorang termotivasi secara alami untuk mencapai aktualisasi diri.
Salah satu penelitian klasik yang membandingkan efektivitas dari berbagai pendekatan menemukan nahwa meskipun tingkat kebersihan cukup beragam bergantung pada bentuk treatmen, kebanyakan treatmen memperlihatkan tingkat keberhasilan yang sama. (Smith, Glass, dan Miller, 1980; Orwin dan Condray, 1984).
Beberapa bukti efektivitas psikoterapi yang disusun berdasarkan penelitian lain sebagai berikut. (Strupp dan Binder, 1992; Seligman, 1996; Goldfried dan Panchakis, 2007).[16]
Ø  Bagi kebanyakan orang, psikoterapi efektif. Kesimpulan ini berdasarkan pada berbagai jangka waktu treatmen, jenis gangguan psikologis, dan berbagai jenis treatmen. Oleh karena itu, pertanyaan “Apakah psikoterapi bekerja?” sepertinya telah terjawab dengan meyakinkan: Ya. (Seligman, 1996; Spiegel, 1999; Westen, Novotny, dan Thompson-Brenner, 2004; Payne dan Marcus, 2008).
Ø  Pada sisi lain, psikoterapi tidak berhasil untuk semua orang. Sebanyak 10 persen orang yang mendapatkan treatmen tidak memperlihatkan peningkatan atau benar-benar terganggu. (Boisvert dan Faust, 2003; Pretzer dan Beck, 2005; Coffman dkk., 2007; Lilienfeld, 2007).
Ø  Tidak ada bentuk tunggal terapi yang bekerja sangat baik untuk semua masalah, dan jenis treatmen tertentu lebih baik meskipun tidak selalu bagi tipe masalah tertentu. Misalnya, terapi kognitif bekerja dengan sangat baik untuk gangguan panik, dan terapi exposure menghilangkan fobia tertentu secara efektif. Meskipun demikian, terdapan pengecualian bagi generalisasi ini, dan perbedaan dalam tingkat keberhasilan bagi jenis treatmen yang berbeda sering kali tidak substansial. (Miller dan Magruder, 1999; Westen, Novotny, dan Thompson-Brenner, 2004).
Ø  Mayoritas terapis memiliki beberapa elemen dasar yang sama. Elemen-elemen tersebut termasuk kesempatan bagi seorang klien untuk mengembangkan hubungan positif dengan seorang terapis, pendekatan atau interpretasi dari simtom seorang klien, dan konfrontasi dari emosi-emosi negatif. (Norcross, 2002; Norcross, Beutler dan Levant, 2006).

2.      Secara Islam
Lebih tepatnya, dalam pengobatan dan perawatan gangguan psikis berupa perilaku abnormal melalui metode psikologis. Metode psikologis ini lebih dikenal dengan terapi penyembuhan jiwa yang disebut Psikoterapi. (Subandi, 2002).
Berdasarkan pendapat dari Wolberg, dimana penyebab gangguan psikis dalam bentuk perilaku abnormal bukan hanya dalam aspek afektif saja, tetapi juga mencakut aspek konatif. Selain itu, penyebab dasarnya disebabkan oleh faktor jasmaniah yaitu terganggunya emosi seseorang.[17]
Dalam hal ini, bisa dilakukan melalui proses pengobatan dan penyembuhan suatu penyakit baik mental, spiritual, moral, maupun fisik dengan bimbingan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Atau secara empiris adalah melalui bimbingan dan pengajaran Allah SWT, malaikat-Nya, Nabi dan Rasul-Nya, atau ahli waris para Nabi-Nya.[18] Sesuai dengan firman-Nya dalam Q.S. Al Baqarah [2] Ayat 282 yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الأخْرَى وَلا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا وَلا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَى أَجَلِهِ ذَلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَى أَلا تَرْتَابُوا إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلا تَكْتُبُوهَا وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ وَلا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلا شَهِيدٌ وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (٢٨٢)
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (Q.S. Al-Baqarah [2] : 282)[19]

قُلْ مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِجِبْرِيلَ فَإِنَّهُ نَزَّلَهُ عَلَى قَلْبِكَ بِإِذْنِ اللَّهِ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ (٩٧) مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِلَّهِ وَمَلائِكَتِهِ وَرُسُلِهِ وَجِبْرِيلَ وَمِيكَالَ فَإِنَّ اللَّهَ عَدُوٌّ لِلْكَافِرِينَ (٩٨)
Katakanlah: "Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, Maka Jibril itu telah menurunkannya (Al Quran) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman. Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, Maka Sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir. (Q.S. Al-Baqarah [2] : 97-98)[20]

هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الأمِّيِّينَ رَسُولا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ (٢)
Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Q.S. Al Jumu’ah [62] : 2)[21]
Menurut Prawitasari (2002), tahapan-tahapan dalam psikoterapi untuk mengobati dan menyembuhkan gangguan psikis berupa perilaku abnormal, meliputi:
1.      Wawancara awal
Dari wawancara awal diharapkan akan diketahui apa yang menjadi masalah dan keluhan klien. Dalam tahap ini, persekutuan tertentu tentunya perlu dibina rapport yaitu hubungan yang menimbulkan keyakinan dan kepercayaan klien bahwa ia dapat ditolong.
2.      Proses terapi
Pada tahap ini terapis memberikan intervensi. Akan terjadi komunikasi yang baik yang diperlukan yaitu mengkaji pengalaman klien, menggali pengalaman masa lalu kalau relevan dengan keluhan klien.
3.      Pengertian ke tindakan
Tahap ini dilakukan pada saat menjelang terapi berakhir. Di sini terapis mengkaji bersama klien tentang apa yang telah dipelajari klien selama terapi berlangsung. Kemudian apa yang telah diketahui oleh klien akan diterapkan dalam kehidupan nanti.
4.      Mengakhiri terapi
Terapi akan berakhir kalau tujuan telah disepakati. Tetapi terapi dapat pula berakhir kalau klien tidak melanjutkan terapi. Demikian pula terapis dapat mengakhiri terapi kalau ia tidak dapat membantu dalam menolong klien.

Ibnu Qayyim Al Jauziah membagi psikoterapi lebih spesifik menjadi 2 kategori, yaitu tabiiyah  dan syariiyah. Psikoterapi tabiiyah adalah pengobatan secara psikologis terhadap penyakit yang gejalanya yang dapat diamati dan dirasakan oleh penderitanya dalam kondisi tertentu, seperti perasaan kecemasan, kegelisahan, kesedihan, dan amarah. Penyembuhannya dengan cara menghilangkan sebab-sebabnya. Psikoterapi syariiyah adalah pengobatan secara psikologis terhadap penyakit yang gejalanya tidak dapat diamati dan tidak dirasakan oleh penderitanya dalam kondisi tertentu, tetapi ia benar-benar penyakit yang berbahaya, sebab dapat merusak qalbu seseorang, seperti penyakit yang ditimbulkan dari kebodohan, subhat, keragu-raguan, dan syahwat. Pengobatannya adalah dengan penanaman syari’ah yang datangnya dari Tuhan. Hal itu dipahami dari ayat berikut.
فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإسْلامِ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ كَذَلِكَ يَجْعَلُ اللَّهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ (١٢٥)
Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. dan Barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman. (Q.S. Al- An’am [6] : 125).[22]

Muhammad Mahmud Mahmud, seorang psikolog Muslim ternama, membagi psikoterapi Islam dalam dua kategori; Pertama, bersifat duniawi, berupa pendekatan dan teknik-teknik pengobatan setelah memahami psikopatologi dalam kehidupan nyata; Kedua, bersifat ukhrawi, berupa bimbingan-bimbingan mengenai nilai-nilai moral, spiritual, dan agama.[23]
Psikoterapi dalam Islam yang dapt menyembuhkan semua aspek psikopatologi, baik yang bersifat duniawi, ukhrawi, maupun penyakit-penyakit modern adalah sebagaimana dalam syair sebagai berikut:[24]
Tombo ati iku limo warnane:
Maca Qur’an angen-angenan sak maknane
Kaping pindu salat wengi lukonono
Kaping telu wong kang soleh kumpulno
Kaping papat iku weteng ingkang luwe
Kaping limo zikir wengi ingkang suwe
Salah sawijine sopo bisa nglakoni
Insya Allah, Gusti Allah nyembadani

Artinya:
Psikoterapi hati ada lima macam, yaitu:
1)      Membaca al-Qur’an sambil mencoba memahami artinya;
2)      Melakukan salat malam;
3)      Bergaul dengan orang yang baik atau sahih;
4)      Perut supaya lapar (puasa); dan
5)      Zikir malam hari yang lama.

Adapun metode-metode yang dipakai dalam psikoterapi secara Islam untuk mengobati dan mengatasi perilaku abnormal adalah:[25]
1)      Metode Ilmiah (Method of Science)
Metode ini merupakan metode yang sering diaplikasikan dalam dunia pengetahuan pada umumnya dimana untuk membuktikan suatu kebenaran dan hipotesa dibutuhkan penelitian secara empiris dilapangan, maka melalui metode ini dilakukan berbagai teknik seperti interview (wawancara), eksperimen (percobaan), observasi (pengamatan), tes dan survei di lapangan.
2)      Metode Keyakinan (Method of Tenacity)
Metode ini merupakan metode berdasarkan suatu keyakinan yang kuat yang dimiliki oleh seseorang peneliti. Keyakinan ini dapat diraih melalui[26]:
·         Ilmul Yaqin, yaitu suatu keyakinan yang diperoleh berdasarkan ilmu secara teoritis, seperti firman Allah Ta’ala:
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ (١) حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ (٢) كَلا سَوْفَ تَعْلَمُونَ (٣) ثُمَّ كَلا سَوْفَ تَعْلَمُونَ (٤) كَلا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ (٥)
Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin. (Q.S. At Takaatsur [102] : 1-5)
·         Ainul Yaqin, yaitu suatu keyakinan yang diperoleh melalui pengamatan mata kepala secara langsung tanpa perantara, seperti firman-Nya:
لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ (٦) ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ (٧)
Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan Sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin. (Q.S. At- Takaatsur [102] : 6-7)
·         Haqqul Yaqin, yaitu suatu keyakinan yang diperoleh melalui pengamatan dan penghayatan pengalaman secara empiris, seperti firman-Nya:
فَأَمَّا إِنْ كَانَ مِنَ الْمُقَرَّبِينَ (٨٨) فَرَوْحٌ وَرَيْحَانٌ وَجَنَّةُ نَعِيمٍ (٨٩) وَأَمَّا إِنْ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ الْيَمِينِ (٩٠) فَسَلامٌ لَكَ مِنْ أَصْحَابِ الْيَمِينِ (٩١) وَأَمَّا إِنْ كَانَ مِنَ الْمُكَذِّبِينَ الضَّالِّينَ (٩٢) فَنُزُلٌ مِنْ حَمِيمٍ (٩٣) وَتَصْلِيَةُ جَحِيمٍ (٩٤) إِنَّ هَذَا لَهُوَ حَقُّ الْيَقِينِ (٩٥) فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيمِ (٩٦)
Adapun jika Dia (orang yang mati) Termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah. Maka Dia memperoleh ketenteraman dan rezki serta jannah kenikmatan. Dan Adapun jika Dia Termasuk golongan kanan, maka keselamatanlah bagimu karena kamu dari golongan kanan. Dan Adapun jika Dia Termasuk golongan yang mendustakan lagi sesat, Maka Dia mendapat hidangan air yang mendidih, dan dibakar di dalam Jahannam. Sesungguhnya (yang disebutkan ini) adalah suatu keyakinan yang benar. Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Maha besar. (Q.S. Al- Waaqi’ah [56] : 88-96)
·         Kamalul Yaqin, yaitu suatu keyakinan yang sempurna dan lengkap, karena ia dibangun diatas keyakinan berdasarkan hasil pengamatan dan penghayatan teoritis (ilmul yaqin), aplikatif (‘ainul yaqin), dan empirik (haqqul yaqin).
3)      Metode Otoritas (Method of Authority)
Metode ini menggunakan otoritas yang dimiliki oleh seorang peneliti dan psikoterapi yaitu berdasarkan keahlian, kewibawaan, dan pengaruh positif. Apabila seorang psikoterapis memiliki otoritas yang tinggi, maka sangat membantu dalam mempercepat proses penyembuhan terhadap suatu penyakit atau gangguan yang sedang diderita oleh seseorang.
4)      Metode Intuisi (Method of Intuition)
Metode ini berdasarkan ilham yang bersifat wahyu yang datang dari Allah SWT dimana metode ini sering dilakukan oleh para sufi dan orang-orang yang dekat dengan Allah SWT dan mereka memiliki pandangan batin yang tajam (bashirah), dan tersingkapnya alam kegaiban (mukasysyafah). Sesuai dengan firman-Nya:
وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (٢٨٢)
Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (Q.S. Al- Baqarah [2] : 282)
Selain itu, ada juga metodologi lain yaitu metodologi tasawuf (method of sufism), adalah suatu metode peleburan diri dalam sifat-sifat, karakter-karakter, dan perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari kehendak dan tuntunan Ketuhanan.[27] Metode ini terbagi tiga, yakni:
a)      Takhalli, yaitu metode pengosongan diri dari bekasan-bekasan kedurhakaan dengan pengingkaran (dosa) terhadap Allah Ta’ala dengan jalan melakukan pertobatan yang sesungguhnya (tobat nasuha).
b)      Tahalli, yaitu pengisian diri dengan ibadah dan ketaatan, aplikasi tauhid, dan akhlak yang terpuji dan mulia.
c)      Tajalli, yaitu pada tingkat inilah Allah SWT menampakkan dirinya seluas-luasnya pada hamba-Nya yang dikehendaki-Nya.
Jadi, kepribadian abnormal itu ada yang berbahaya dan ada pula yang tidak berbahaya baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Dalam hal ini dapat dilakukan pendekatan dan treatment untuk mengobati dan mengatasi perilaku abnormal baik menggunakan metode Islam dan metode umum.[28]

D.    DAFTAR PUSTAKA
Drs. Kuntjojo, M.Pd. 2009. Psikologi Abnormal. Kediri: Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Nusantara PGRI Kediri
Robert S. Feldman. 2012. Pengantar Psikologi: Understanding Psychology 10th Edition. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika
Kartini Kartono. 2000. Psikologi Abnormal. Bandung: Mandar Maju.
Maramis, W.F. 2008. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University.
Sutardjo A. Mirahardja, 2005. Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung; PT. Refika Aditama
Laura A. King. 2012. Experience Psychology 2nd Edition. New York: The Mc Graw Hill Companies
Carol Wade dan Carol Tavris. 2007. Psychology 9th Edition Terjemahan Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga
Jeffrey S. Nevid, dkk. 2005. Psikologi Abnormal. Jakarta: Penerbit Erlangga
Aliah B. Purwakania Hasan. 2008. Pengantar Psikologi Kesehatan Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
HM. Hamdan Bakran Adz-Dzaky. 2004. Konseling dan Psikoterapi Islam. Yogyakarta: Penerbit Al Manar
Rita L. Atkinson, dkk. 1983. Pengantar Psikologi Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga
Prof. Dr. Sutardjo a. Wiramihardja, Psi. 2012. Pengantar Psikologi Klinis [Edisi Revisi 2012]. Jakarta : PT. Refika Aditama
Yayasan Penyelenggara Penerjemah/ Penafsir Al-Qur’an Revisi Terjemah oleh Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an Kementerian Agama Republik Indonesia. 2011. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Penerbit Al-Qur’an Tajwid Pertama di Indonesia
Amir An Najjar. 2000. Ilmu Jiwa dalam Tasawuf, Terjemahan Hasan Abrari. Pustaka Azzam
Drs. H. M. Dimyati Mahmud. 1990. Psikologi Suatu Pengantar. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Yogyakarta


[1] Drs. Kuntjojo, M.Pd. 2009. Psikologi Abnormal. Kediri: Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Nusantara PGRI Kediri, hal. 6
[2] Drs. Kuntjojo, M.Pd. 2009. Psikologi Abnormal. Kediri: Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Nusantara PGRI Kediri, hal. 6
[3] Drs. Kuntjojo, M.Pd. 2009. Psikologi Abnormal. Kediri: Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Nusantara PGRI Kediri, hal. 6
[4] Drs. Kuntjojo, M.Pd. 2009. Psikologi Abnormal. Kediri: Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Nusantara PGRI Kediri, hal. 7
[5] Iin Tri Rahayu, S.Psi., M.Si., Psi. 2009. Psikoterapi: Perspektif Islam dan Psikologi Kontemporer. Malang: UIN-Malang Press, hal. 137
[6] Iin Tri Rahayu, S.Psi., M.Si., Psi. 2009. Psikoterapi: Perspektif Islam dan Psikologi Kontemporer. Malang: UIN-Malang Press, hal. 137
[7] Robert S. Feldman. 2012. Pengantar Psikologi: Understanding Psychology 10th Edition. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika, hal. 249-251
[8] Robert S. Feldman. 2012. Pengantar Psikologi: Understanding Psychology 10th Edition. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika, hal. 251
[9] Drs. Kuntjojo, M.Pd. 2009. Psikologi Abnormal. Kediri: Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Nusantara PGRI Kediri, hal. 10-11
[10] Kartini Kartono. 2000. Psikologi Abnormal. Bandung: Mandar Maju.
[11] Maramis, W.F. 2008. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University.
[12] Sutardjo A. Mirahardja, 2005. Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung; PT. Refika Aditama
[13] Hujjatul Islam Imam Al Ghazali, Ihya Ulumuddin
[14] Iin Tri Rahayu, S.Psi., M.Si., Psi. 2009. Psikoterapi: Perspektif Islam dan Psikologi Kontemporer. Malang: UIN-Malang Press, hal. 137-138
[15] Robert S. Feldman. 2012. Pengantar Psikologi: Understanding Psychology 10th Edition. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika, hal. 299
[16] Robert S. Feldman. 2012. Pengantar Psikologi: Understanding Psychology 10th Edition. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika, hal. 320-321.
[17] Iin Tri Rahayu, S.Psi., M.Si., Psi. 2009. Psikoterapi: Perspektif Islam dan Psikologi Kontemporer. Malang: UIN-Malang Press
[18] HM. Hamdan Bakran Adz-Dzaky. 2004. Konseling dan Psikoterapi Islam. Yogyakarta: Penerbit Al Manar
[19] Yayasan Penyelenggara Penerjemah/ Penafsir Al-Qur’an Revisi Terjemah oleh Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an Kementerian Agama Republik Indonesia.2011. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Penerbit Al-Qur’an Tajwid Pertama di Indonesia, hal. 43.
[20] Yayasan Penyelenggara Penerjemah/ Penafsir Al-Qur’an Revisi Terjemah oleh Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an Kementerian Agama Republik Indonesia.2011. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Penerbit Al-Qur’an Tajwid Pertama di Indonesia, hal. 15
[21] Yayasan Penyelenggara Penerjemah/ Penafsir Al-Qur’an Revisi Terjemah oleh Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an Kementerian Agama Republik Indonesia.2011. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Penerbit Al-Qur’an Tajwid Pertama di Indonesia, hal. 553.
[22] Yayasan Penyelenggara Penerjemah/ Penafsir Al-Qur’an Revisi Terjemah oleh Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an Kementerian Agama Republik Indonesia.2011. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Penerbit Al-Qur’an Tajwid Pertama di Indonesia, hal. 43.
[23] Iin Tri Rahayu, S.Psi., M.Si., Psi. 2009. Psikoterapi: Perspektif Islam dan Psikologi Kontemporer. Malang: UIN-Malang Press
[24] Iin Tri Rahayu, S.Psi., M.Si., Psi. 2009. Psikoterapi: Perspektif Islam dan Psikologi Kontemporer. Malang: UIN-Malang Press
[25] Amir An Najjar. 2000. Ilmu Jiwa dalam Tasawuf, Terjemahan Hasan Abrari. Pustaka Azzam, p. 313
[26] HM. Hamdan Bakran Adz-Dzaky. 2004. Konseling dan Psikoterapi Islam. Yogyakarta: Penerbit Al Manar
[27] HM. Hamdan Bakran Adz-Dzaky. 2004. Konseling dan Psikoterapi Islam. Yogyakarta: Penerbit Al Manar, hal. 259-269
[28] Drs. H. M. Dimyati Mahmud. 1990. Psikologi Suatu Pengantar. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Yogyakarta

Komentar

  1. assalamualaikum mas.. tulisannya mantap.. mohon izin untuk mempelajari lbh lanmjut mas... dan bolehkah saya diskusi lebih lanjut tentang tema ini mas???

    BalasHapus
  2. Mas mau nanya, buku psikolog islam tentang abnorma,contoh bukunya seperti apa yaa?

    BalasHapus
  3. Mas mau nanya, buku psikolog islam tentang abnorma,contoh bukunya seperti apa yaa?

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengkaji Tradisi Sekaten di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Perspektif Islam

Dari Dalam Diri: Membangun Harmoni dalam Hubungan Internal Agama dan Spiritualitas