Merekontruksi Psikologi Abnormal dalam Perspektif Barat dan Perspektif Islam
Merekontruksi Psikologi Abnormal dalam Perspektif Barat dan Perspektif Islam
A.
Pengertian Psikologi Abnormal
1.
Secara Umum
Psikologi
abnormal kadang-kadang disebut juga psikopatologi. Dalam bahasa Inggris
dinyatakan dengan istilah Abnormal Psychology. Berikut dikemukakan
beberapa definisi.
Menurut
Kartini Kartono (2000: 25), psikologi abnormal adalah salah satu cabang
psikologi yang menyelidiki segala bentuk gangguan mental dan abnormalitas jiwa.
Singgih Dirgagunarsa (1999: 140) mendefinisikan psikologi abnormal atau
psikopatologi sebagai lapangan psikologi yang berhubungan dengan kelainan atau
hambatan kepribadian, yang menyangkut proses dan isi kejiwaan.[1]
Berkenaan
dengan definisi psikologi abnormal, pada Ensiklopedia Bebas Wikipedia (2009),
dinyatakan “Abnormal psychology is an academic and applied subfield of
psychology involving the scientific study of abnormal experience and behavior
(as in neuroses, psychoses and mental retardation) or with certain incompletely
understood states (as dreams and hypnosis) in order to understand and change
abnormal patterns of functioning”.[2]
Definisi
psikologi abnormal juga dapat dijumpai di Merriem-Webster OnLine (2009). Pada
kamus online tersebut dinyatakan: “Abnormal psychology : a branch of
psychology concerned with mental and emotional disorders (as neuroses,
psychoses, and mental retardation) and with certain incompletely understood
normal phenomena (as dreams and hypnosis)”[3]
Dari
empat definisi yang dinyatakan dengan kalimat yang berbeda tersebut dapat
diidentifikasi pokok-pokok pengertian psikologi abnormal sebagai berikut.
·
Psikologi
abnormal merupakan salah satu cabang dari psikologi atau psikologi khusus.
·
Yang
dibahas dalam psikologi abnormal adalah segala bentuk gangguan atau kelainan
jiwa baik yang menyangkut isi (mengenai apa saja yang mengalami kelainan)
maupun proses (mengenai faktor penyebab, manifestasi, dan akibat dari gangguan
tersebut).[4]
2.
Secara Islam
Sedangkan dalam Islam, psikologi abnormal lebih dikenal dengan
psikopatologi. Dalam Islam, psikopatologi dapat dibagi menjadi dua kategori,
yaitu yang bersifat ukhrawi dan duniawi. Macam-macam
psikopatologi yang termasuk ke dalam kategori duniawi berupa gejala-gejala
atau penyakit kejiwaan sebagaimana yang disebutkan dalam psikologi abnormal
kontemporer, sedangkan psikopatologi yang bersifat ukhrawi berupa
penyakit akibat penyimpangan norma-norma atau nilai-nilai moral, spiritual, dan
agama.
Menurut Al-Ghazali menyatakan psikopatologi yang merusak sistem
kehidupan spiritualitas dan keagamaan seseorang disebut dengan al-akhlaq
al-khabisah yaitu akhlak yang buruk yang merupakan penyakit hati dan
penyakit jiwa yang dilihat dari perspektif spiritual dan keagamaan.[5]
Senada dengan pernyataan tersebut, Al-Razi dalam Al-Thibb
Al-Ruhaniyah menyatakan bahwa salah satu bentuk psikopatologi adalah
perilaku (akhlak) tercela, sedangkan akhlak mahmudah merupakan
pengobatan rohani.[6]
B.
Faktor Penyebab Perilaku Abnormal
1.
Secara Umum
Melalui
usaha-usaha yang panjang, psikolog terus berjuang untuk menemukan defenisi yang
tepat tentang perilaku abnormal. Melalui itu, psikolog mempertimbangkan
kelebihan dan kekurangan:[7]
·
Abnormalitas
sebagai pergeseran rata-rata.
Melalui pendekatan statistik yang kita gunakan, dengan mudah kita dapat
mengobservasi apa saja perilaku yang langka atau jarang terjadi dalam
lingkungan masyarakat tertentu atau budaya dan memberi label penyimpangan
tersebut dari norma abnormal. Namun, kesulitannya beberapa perilaku secara
statistik jarang terjadi jelas sehingga tidak termasuk dalam klasifikasi
abnormal. Disimpulkan bahwa defenisi abnormalitas yang mengacu pada pergeseran
rata-rata ini adalah tidak memadai sehingga suatu perilaku dapat dikatakan
abnormal.
·
Abnormalitas
sebagai pergeseran dari ideal.
Melalui pendekatan ini dianggap suatu perilaku abnormal jika cukup menyimpang
dari beberapa standar ideal atau standar budaya. Dalam hal ini, standar itu
akan terus berubah setiap waktu dan bervariasi pada seluruh kebudayaan yang
disetujui secara universal.
·
Abnormalitas
sebagai rasa ketidaknyamanan personal. Dalam
pendekatan ini, perilaku dianggap abnormal apabila menghasilkan perasaan
tertekan, gelisah, atau merasa bersalah kepada seorang individu dan merugikan
seseorang dalam beberapa hal.
·
Abnormalitas
sebagai ketidakmampuan untuk berfungsi efektif. Berdasarkan pandangan ini, seseorang dikatakan abnormal apabila ia
tidak mampu berfungsi secara efektif dan beradaptasi dengan permintaan masyarakat.
·
Abnormalitas
sebagai sebuah konsep hukum.
Menurut pendapat ini, perilaku abnormal dianggap muncul jika seseorang telah
menerima yurisdiksi-yurisdiksi akan menunjukkan berbagai bentuk perilaku yang
menjadi bentuk perbedaan antara perilaku normal dan abnormal.
Melihat tidak adanya defenisi sebelumnya mengenai perilaku abnormal
menyebabkan perbedaan antara perilaku normal dan abnormal tetap ambigu, bahkan
itupun terjadi bagi orang yang profesional dalam bidangnya. Mengingat hal ini,
menyebabkan kesimpangsiuran tentang perilaku abnormal dalam kehidupan
bermasyarakat dan berbudaya sehingga akan mempengaruhi pemahaman mengenai
perilaku abnormal tersebut. (Scheff, 1998; Sanderson, 2007). Akhirnya,
mengingat sulitnya untuk membangun defenisi perilaku abnormal maka salah
seorang psikolog yang bernama Nolen Hoeksema (2007) mendefenisikan perilaku
abnormal sebagai perilaku yang menyebabkan orang mengalami penderitaan dan
mencegah mereka dari keberfungsian mereka dalam kebidupan sehari-hari.[8]
Manusia merupakan makhluk biologis, makhluk individu, makhluk
sosial, makhluk etis, dst., sehingga perilaku manusia dapat dijelaskan dari
dimensi-dimensi tersebut. begitu juga bila berbicara mengenai abnormalitas
jiwa. Berikut ini dikemukakan beberapa konsepsi mengenai abnormalitas menurut
tinjauan tertentu (Maramis, 2005 : 94-100; Kartini Kartono, 1999 : 1-10).[9]
·
Abnormalitas
Menurut Konsepsi Statistik. Secara
statistik suatu gejala dinyatakan sebagai abnormal bila menyimpang dari
mayoritas. Dengan demikian seorang yang jenius sama-sama abnormalnya dengan
seorang idiot, seorang yang jujur menjadi abnormal diantara komunitas orang
yang tidak jujur.
·
Abnormal
menurut Konsepsi Patologis. Berdasarkan
konsepsi ini tingkah laku individu dinyatakan tidak normal bila terdapat
simptom-simptom klinis tertentu, misalnya ilusi, halusinasi, obsesi, fobia,dst.
Sebaliknya individu yang tingkah lakunya tidak menunjukkan adanya
simptom-simptom tersebut adalah individu yang normal.
·
Abnormal
menurut Konsepsi Penyesuaian Pribadi.
Menurut konsepsi ini seseorang dinyatakan penyesuaiannya baik bila yang
bersangkutan mampu menangani setiap masalah yang dihadapinya dengan berhasil.
Dan hal itu menunjukkan bahwa dirinya memiliki jiwa yang normal. Tetapi bila
dalam menghadapi maslah dirinya menunjukkan kecemasan, kesedihan, ketakutan,
dst. yang pada akhirnya masalah tidak terpecahkan, maka dikatakan bahwa penyesuaian
pribadinya tidak baik, sehingga dinyatakan jiwanya tidak normal.
·
Abnormalitas
Menurut Konsepsi Sosio-Kultural. Setiap
masyarakat pasti memiliki seperangkat norma yang berfungsi sebagai pengatur
tingkah laku para anggotanya. Individu sebagai anggota masyarakat dituntut
untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma sosial dan susila di mana dia
berada. Bila individu tingkah lakunya menyimpang dari norma-norma tersebut,
maka dirinya dinyatakan sebagai individu yang tidak normal.
·
Abnormalitas
menurut Konsepsi Kematangan Pribadi. Menurut
konsepsi kematangan pribadi, seseorang dinyatakan normal jiwanya bila dirinya
telah menunjukkan kematangan pribadinya, yaitu bila dirinya mampu berperilaku
sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Pembahasan mengenai abnormalitas dari satu sudut pandang
atau konsepsi tertentu ternyata memiliki kelemahan. Oleh karena itu dengan
menggunakan berbagai sudut pandang diharapkan dapat diidentifikasi dengan
tepat apakah perilaku itu normal atau tidak. Dan berikut ini dikemukakan
dua pandangan mengenai abnormalitas secara eklektis.
a.
Menurut Maslow dan Mittelmann
Maslow dan
Mittelmann menyatakan bahwa pribadi yang normal dengan jiwa yang sehat ditandai
dengan ciri-ciri sebagai berikut.[10]
Ø Memiliki rasa aman yang tepat (sense of security)
Ø Memiliki penilaian diri (self evaluation) dan wawasan (insight)
yang rasional.
Ø Memiliki spontanitas dan emosional yang tepat.
Ø Memiliki kontak dengan realitas secara efisien.
Ø Memiliki dorongan-dorongan dan nafsu-nafsu yang sehat.
Ø Memiliki pengetahuan mengenai dirinya secara objektif.
Ø Memiliki tujuan hidup yang adekuat, tujuan hidup yang realistis, yang
didukung oleh potensi.
Ø Mampu belajar dari pengalaman hidupnya.
Ø Sanggup untuk memenuhi tuntutan-tuntutan kelompoknya.
Ø Ada sikap emansipasi yang sehat pada kelompoknya.
Ø Kepribadiannya terintegrasi.
b.
Kriteria Pribadi yang normal menurut W.F. Maramis.
Menurut Maramis
terdapat enam kelompok sifat yang dapat dipakai untuk menentukan abnormalitas.
Keenam sifat dimaksud adalah sebagai berikut.[11]
Ø Sikap terhadap diri sendiri dimana menerima dirinya sendiri,
identitas diri yang memadai, serta penilaian yang realistis terhadap kemampuannya.
Ø Cerapan (persepsi) terhadap kenyataan dimana mempunyai pandangan
yang realistis tentang diri sendiri dan lingkungannya.
Ø Integrasi: kesatuan kepribadian, bebas dari konflik pribadi yang melumpuhkan
dan memiliki daya tahan yang baik terhadap stres.
Ø Kemampuan dimana memiliki kemampuan dasar secara fisik, intelektual,
emosional, dan sosial sehingga mampu mengatasi berbagai masalah.
Ø Otonomi dimana memiliki kepercayaan pada diri sendiri yang memadai,
bertanggung jawab, mampu mengarahkan dirinya pada tujuan hidup.
Ø Perkembangan dan perwujudan dirinya dimana kecenderungan pada
kematangan yang makin tinggi.
Sebab-sebab perilaku Abnormal dapat ditinjau dari beberapa
sudut, misalnya berdasarkan tahap berfungsinya dan menurut sumber asalnya.
Kedua macam penggolongan tersebut disajikan sebagai berikut..[12]
a) Menurut Tahap Berfungsinya
Menurut tahap-tahap berfungsinya, sebab-sebab perilaku abnormal dapat dibedakan sebagai berikut.
·
Penyebab Primer (Primary Cause)
Penyebab primer adalah kondisi yang tanpa
kehadirannya suatu gangguan tidak akan muncul. Misalnya infeksi sifilis yang menyerang sistem saraf pada kasus paresis general yaitu
sejenis psikosis yang disertai paralysis atau kelumpuhan yang bersifat
progresif atau berkembang secara bertahap sampai akhirnya penderita mengalami
kelumpuhan total. Tanpa infeksi sipilis gangguan ini tidak mungkin menyerang
seseorang.
·
Penyebab yang Menyiapkan (Predisposing Cause)
Kondisi yang mendahului dan membuka jalan bagi
kemungkinan terjadinya gangguan tertentu dalam kondisi-kondisi tertentu di masa mendatang. Misalnya anak yang ditolak oleh orang
tuanya (rejected child) mungkin
menjadi lebih rentan dengan tekanan hidup sesudah dewasa dibandingkan dengan
orang-orang yang memiliki dasar rasa aman yang lebih baik.
·
Penyebab Pencetus (Preciptating Cause)
Penyebab pencetus adalah setiap kondisi yang tak tertahankan bagi individu dan mencetuskan gangguan. Misalnya seorang wanita muda yang menjadi
terganggu sesudah mengalami kekecewaan berat ditinggalkan oleh tunangannya.
Contoh lain seorang pria setengah baya yang menjadi terganggu karena kecewa
berat sesudah bisnis pakaiannya bangkrut.
·
Penyebab Yang Menguatkan (Reinforcing Cause)
Kondisi yang cenderung mempertahankan atau
memperteguh tinkah laku maladaptif yang sudah terjadi. Misalnya perhatian yang
berlebihan pada seorang gadis yang “sedang sakit” justru dapat menyebabkan yang bersangkutan
kurang bertanggungjawab atas dirinya, dan menunda kesembuhannya.
·
Sirkulasi Faktor-faktor
Penyebab
Dalam kenyataan, suatu
gangguan perilaku jarang disebabkan oleh satu penyebab tunggal. Serangkaian faktor penyebab yang kompleks, bukan
sebagai hubungan sebab akibat sederhana melainkan saling mempengaruhi sebagai
lingkaran setan, sering menadi sumber penyebab sebagai abnormalitas. Misalnya
sepasang suami istri menjalani konseling untuk mengatasi problem dalam hubungan
perkawinan mereka. Sang suami menuduh istrinya senang berfoya-foya sedangkan sang suami hanya asyik dengan dirinya dan tidak
memperhatikannya. Menurut versi sang suami dia jengkel keada istrinya karena
suka berfoya-foya bersama teman-temannya. Jadi tidak lagi jelas mana sebab mana
akibat.
b) Menurut Sumber Asalnya
Berdasarkan sumber asalnya, sebab-sebab perilaku abnormal dapat digolongkan sedikitnya menjadi tiga yaitu:
·
Faktor Biologis
Adalah berbagai keadaan biologis atau jasmani
yang dapat menghambat perkembangan ataupun fungsi sang pribadi dalam kehidupan
sehari-hari seperti kelainan gen, kurang gizi, penyakit dsb. Pengaruh-pengaruh faktor biologis lazimnya bersifa menyeluruh. Artinya mempengaruhi
seluruh aspek tingkah laku, mulai dari kecerdasan sampai daya tahan terhadap
stress.
·
Faktor-faktor Psikososial
-
Trauma Di Masa
Kanak-Kanak
Trauma Psikologis
adalah pengalaman yang menghancurkan rasa aman, rasa mampu, dan harga diri
sehingga menimbulkan luka psikologis yang sulit disembuhkan sepenuhnya. Trauma psikologis yang dialami pada masa kanak-kanak cenderung akan terus dibawa sampai ke masa dewasa.
-
Deprivasi Parental
Tiadanya kesempatan untuk mendapatka rangsangan emosi dari orang tua,
berupa kehangatan, kontak fisik,rangsangan intelektual, emosional dan social.
Ada beberapa kemungkinan sebab misalnya, [1] Dipisahkan dari orang tua dan dititipkan di panti asuhan, [2] Kurangnya perhatian dari pihak orang tua kendati
tinggal bersama orang tua di rumah.
-
Hubungan orang tua dan anak yang patogenik
Hubungan patogenik
adalah hubungan yang tidak serasi, dalam hal ini hubungan antara orang tua dan
anak yang berakibat menimbulkan masalah atau gangguan tertentu pada anak.
-
Struktur keluarga yang patogenik
Struktur keluarga sangat menentukan corak komunikasi yang berlangsung
diantara para anggotanya. Struktur keluarga tertentu melahirkan pola komunikasi
yang kurang sehat dan selanjutnya muncul pola gangguan perilaku pada sebagian
anggotanya. Ada empat struktur keluarga yang melahirkan gangguan pada para
anggotanya:
a) Keluarga yang tidak mampu mengatasi masalah sehari-hari.
Kehidupan keluarga karena
berbagai macam sebab seperti tidak memiliki cukup sumber atau karena orang tua
tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan secukupnya.
b) Keluarga yang antisosial
Keluarga yang menganut nilai-nilai yang bertentangan dengan masyarakat luas.
c) Keluarga yang tidak akur dan keluarga yang bermasalah.
d) Keluarga yang tidak utuh
Keluarga dimana ayah
atau ibu yang tidak ada di rumah, entah karena sudah meninggal atau sebab lain
seperti perceraian, ayah memiliki dua istri dll.
-
Stress berat
Stress adalah keadaan yang menekan khususnya secara psikologis. Keadaan ini
dapat ditimbulkan oleh berbagai sebab, seperti :
a) Frustasi yang menyebabkan hilangnya harga diri
b) Konflik nilai
c) Tekanan kehidupan modern
·
Faktor-faktor
Sosiokultural
Meliputi keadaan
obyektif dalam masyarakat atau tuntutan dari masyarakat yang dapat berakibat
menimbulkan tekanan dalam individu dan selanjutnya melahirkan berbagai bentuk
gangguan seperti :
-
Suasana perang dan suasana kehidupan yang
diliputi oleh kekerasan.
-
Terpaksa menjalani peran social yang berpotensi
menimbulkan gangguan, seperti menjadi tentara yang dalam peperangan harus
membunuh.
-
Menjadi korban prasangka dan diskriminasi
berdasarkan penggolongan tertentu seperti berdasarkan agama, ras, suku dll.
2. Secara Islam
Menurut Al Ghazali yang merupakan seorang teolog muslim berpendapat bahwa
ilmu jiwa merupakan salah satu jalan dalam mengenal Allah SWT secara lebih
dekat.[13]
Beliau membagi sifat manusia menjadi empat yang didasarkan pada kekuatan
emosi dan syahwat yang menguasai manusia yang menjadi penyebab munculnya
gangguan psikologis dalam bentuk perilaku abnormal yaitu:
Ø Sifat hewan buas (assab’iyyah) yang termanifestasikan dalam perilaku
permusuhan, kebencian, penyerangan terhadap manusia lain baik melalui perkataan
maupun perbuatan.
Ø Sifat hewan liar (albahimiyah) yang termanifestasikan dalam perilaku
kejahatan, ketamakan, dan seksual.
Ø Sifat setan (asysyaithaniyah) yang termanifestasikan dalam perilaku
kejahatan dan memperlihatkan kejahatan tersebut dalam bentuk kebaikan.
Ø Sifat ketuhanan (arrabbaniyah) yang termanifestasikan berupa
perilaku cinta kekuasaan, kebesaran, kekhususan, dan sombong.
Selain itu, Al-Ghazali juga menyebutkan delapan
kategori yang termasuk perilaku merusak (Al-Muhlikat) yang mengakibatkan
psikopatologi[14],
yaitu :
Ø Bahaya syahwat perut dan kelamin (seperti memakan makanan syubhat atau
haram, atau berhubungan seks yang dilarang);
Ø Bahaya mulut (seperti mengolok-olok, debat yang tidak berarti, dusta, adu
domba, dan menceritakan kejelekan orang lain);
Ø Bahaya marah, iri, dan dengki;
Ø Bahaya cinta dunia (hub ad-dunya);
Ø Bahaya cinta harta dan pelit;
Ø Bahaya angkuh dan pamer;
Ø Bahaya sombong dan membanggakan diri; dan
Ø Bahaya menipu.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengemukakan lima macam yang
menyebabkan psikopatologi, yaitu:
Ø Banyak campur tangan dengan urusan orang lain, sehingga menyebabkan
perselisihan dan perpecahan (Q.S. Az- Zukhruf: 67);
Ø Berangan-angan pada sesuatu yang tidak mungkin terjadi, sehingga
menimbulkan kemalasan dan bisikan jahat;
Ø Bergantung pada selain Allah SWT, sehingga dirinya tidak memiliki kebebasan
dan kemerdekaan;
Ø Makan yang berlebihan, terlebih lagi makanan haram, yang dapat menimbulkan
kemalasan dalam beribadah; dan
Ø Banyak tidur, sehingga mengurangi tafakkur dan taddakur,
hanya menggemukkan badan, dan menyia-nyiakan waktu.
C.
Model Rehabilitasi atau Resosialisasi Perilaku Abnormal
1.
Secara Umum
Berikut ini dalam mengatasi masalah perilaku abnormal menggunakan
dengan berbagai terapi dengan menggunakan pendekatan utama. Ada empat
pendekatan utama dalam terapi: psikodinamika, behavioral, kognitif, dan
humanistik.[15]
Terapi dengan pendekatan psikodinamika. Teori
psikodinamika berusaha membawa konflik masa lalu yang belum terselasaikan dan
impuls yang tidak dapat diterima dari ketidaksadaran ke area sadar, sehingga
pasien dapat mengatasi masalah tersebut secara lebih efektif. Pendekatan
psikodinamika didasarkan pada pendekatan psikoanalisis Freud yang bertujuan
untuk melepaskan pikiran dan perasaan yang tersembunyi di area tidak sadar untuk mengurangi kekuatan
mereka dalam mengontrol perilaku.
Terapi
dengan pendekatan behavioral. Dengan
dibangun diatas proses belajar, pendekatan treatmen behavioral memiliki asumsi
dasar bahwa setiap perilaku, baik perilaku abnormal dan perilaku normal harus
dipelajari. Dengan memodifikasi perilaku abnormal, para pengikut pendekatan
behavioral menyebutkan bahwa orang tersebut harus mempelajari perilaku yang
baru untuk menggantikan kecakapan yang salah yang telah mereka kembangkan, dan
menghilangkan pola perilaku maladaptif yang mereka miliki. (Krijin dkk., 2004;
Norton dan Price, 2007).
Terapi dengan pendekatan kognitif. Melalui terapi ini diajarkan seseorang untuk berpikir secara lebih
adaptif dengan mengubah disfungsi kognitif mereka mengenai dunia dan diri
mereka sendiri. Melalui ini diajarkan kita untuk mengubah pola pikiran yang
membuat seseorang terjebak dalam disfungsi cara berpikir. Terapis mengajarkan
secara tematis kepada klien untuk menentang asumsi mereka dan mengadopsi
pendekatan baru terhadap masalah lama.
Terapi dengan pendekatan humanistik. Terapi ini mengambil sudut pandang filsafat mengenai tanggung
jawab diri untuk mengembangkan teknik-teknik treatmen. Terapis humanistik
percaya bahwa seseorang termotivasi secara alami untuk mencapai aktualisasi
diri.
Salah
satu penelitian klasik yang membandingkan efektivitas dari berbagai pendekatan
menemukan nahwa meskipun tingkat kebersihan cukup beragam bergantung pada
bentuk treatmen, kebanyakan treatmen memperlihatkan tingkat keberhasilan yang
sama. (Smith, Glass, dan Miller, 1980; Orwin dan Condray, 1984).
Beberapa
bukti efektivitas psikoterapi yang disusun berdasarkan penelitian lain sebagai
berikut. (Strupp dan Binder, 1992; Seligman, 1996; Goldfried dan Panchakis,
2007).[16]
Ø Bagi kebanyakan orang, psikoterapi
efektif. Kesimpulan ini berdasarkan pada
berbagai jangka waktu treatmen, jenis gangguan psikologis, dan berbagai jenis
treatmen. Oleh karena itu, pertanyaan “Apakah psikoterapi bekerja?” sepertinya
telah terjawab dengan meyakinkan: Ya. (Seligman, 1996; Spiegel, 1999; Westen,
Novotny, dan Thompson-Brenner, 2004; Payne dan Marcus, 2008).
Ø Pada sisi lain, psikoterapi tidak
berhasil untuk semua orang. Sebanyak 10
persen orang yang mendapatkan treatmen tidak memperlihatkan peningkatan atau
benar-benar terganggu. (Boisvert dan Faust, 2003; Pretzer dan Beck, 2005;
Coffman dkk., 2007; Lilienfeld, 2007).
Ø Tidak ada bentuk tunggal terapi yang
bekerja sangat baik untuk semua masalah, dan jenis treatmen tertentu lebih baik
meskipun tidak selalu bagi tipe masalah tertentu. Misalnya, terapi kognitif bekerja dengan sangat baik untuk
gangguan panik, dan terapi exposure menghilangkan fobia tertentu secara
efektif. Meskipun demikian, terdapan pengecualian bagi generalisasi ini, dan
perbedaan dalam tingkat keberhasilan bagi jenis treatmen yang berbeda sering
kali tidak substansial. (Miller dan Magruder, 1999; Westen, Novotny, dan
Thompson-Brenner, 2004).
Ø Mayoritas terapis memiliki beberapa
elemen dasar yang sama. Elemen-elemen
tersebut termasuk kesempatan bagi seorang klien untuk mengembangkan hubungan
positif dengan seorang terapis, pendekatan atau interpretasi dari simtom
seorang klien, dan konfrontasi dari emosi-emosi negatif. (Norcross, 2002;
Norcross, Beutler dan Levant, 2006).
2.
Secara Islam
Lebih tepatnya, dalam pengobatan dan perawatan gangguan psikis
berupa perilaku abnormal melalui metode psikologis. Metode psikologis ini lebih
dikenal dengan terapi penyembuhan jiwa yang disebut Psikoterapi. (Subandi,
2002).
Berdasarkan pendapat dari Wolberg, dimana penyebab gangguan psikis
dalam bentuk perilaku abnormal bukan hanya dalam aspek afektif saja, tetapi
juga mencakut aspek konatif. Selain itu, penyebab dasarnya disebabkan oleh
faktor jasmaniah yaitu terganggunya emosi seseorang.[17]
Dalam hal ini, bisa dilakukan melalui proses pengobatan dan
penyembuhan suatu penyakit baik mental, spiritual, moral, maupun fisik dengan
bimbingan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Atau secara empiris adalah
melalui bimbingan dan pengajaran Allah SWT, malaikat-Nya, Nabi dan Rasul-Nya,
atau ahli waris para Nabi-Nya.[18]
Sesuai dengan firman-Nya dalam Q.S. Al Baqarah [2] Ayat 282 yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا
تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ
بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا
عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ
وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا فَإِنْ كَانَ الَّذِي
عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ
فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ
فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ
الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الأخْرَى وَلا
يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا وَلا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا
أَوْ كَبِيرًا إِلَى أَجَلِهِ ذَلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ
لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَى أَلا تَرْتَابُوا إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً
تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلا تَكْتُبُوهَا
وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ وَلا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلا شَهِيدٌ وَإِنْ
تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ
وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (٢٨٢)
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan
hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan
janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka
hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa
yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan
janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu
orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu
mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu).
jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang
perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang
seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan)
apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik
kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih
adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak
(menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah
itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa
bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu
berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika
kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan
pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha
mengetahui segala sesuatu. (Q.S.
Al-Baqarah [2] : 282)[19]
قُلْ مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِجِبْرِيلَ فَإِنَّهُ
نَزَّلَهُ عَلَى قَلْبِكَ بِإِذْنِ اللَّهِ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ
وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ (٩٧) مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِلَّهِ
وَمَلائِكَتِهِ وَرُسُلِهِ وَجِبْرِيلَ وَمِيكَالَ فَإِنَّ اللَّهَ عَدُوٌّ
لِلْكَافِرِينَ (٩٨)
Katakanlah: "Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, Maka
Jibril itu telah menurunkannya (Al Quran) ke dalam hatimu dengan seizin Allah;
membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita
gembira bagi orang-orang yang beriman. Barang siapa yang menjadi musuh Allah,
malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, Maka Sesungguhnya
Allah adalah musuh orang-orang kafir. (Q.S.
Al-Baqarah [2] : 97-98)[20]
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الأمِّيِّينَ رَسُولا
مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ
وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ (٢)
Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di
antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka
dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya
benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Q.S.
Al Jumu’ah [62] : 2)[21]
Menurut Prawitasari (2002), tahapan-tahapan dalam psikoterapi untuk
mengobati dan menyembuhkan gangguan psikis berupa perilaku abnormal, meliputi:
1.
Wawancara
awal
Dari wawancara awal diharapkan akan diketahui apa yang menjadi
masalah dan keluhan klien. Dalam tahap ini, persekutuan tertentu tentunya perlu
dibina rapport yaitu hubungan yang menimbulkan keyakinan dan kepercayaan
klien bahwa ia dapat ditolong.
2.
Proses
terapi
Pada tahap ini terapis memberikan intervensi. Akan terjadi
komunikasi yang baik yang diperlukan yaitu mengkaji pengalaman klien, menggali
pengalaman masa lalu kalau relevan dengan keluhan klien.
3.
Pengertian
ke tindakan
Tahap ini dilakukan pada saat menjelang terapi berakhir. Di sini
terapis mengkaji bersama klien tentang apa yang telah dipelajari klien selama
terapi berlangsung. Kemudian apa yang telah diketahui oleh klien akan
diterapkan dalam kehidupan nanti.
4.
Mengakhiri
terapi
Terapi akan berakhir kalau tujuan telah disepakati. Tetapi terapi
dapat pula berakhir kalau klien tidak melanjutkan terapi. Demikian pula terapis
dapat mengakhiri terapi kalau ia tidak dapat membantu dalam menolong klien.
Ibnu
Qayyim Al Jauziah membagi psikoterapi lebih spesifik menjadi 2 kategori, yaitu tabiiyah dan syariiyah. Psikoterapi tabiiyah
adalah pengobatan secara psikologis terhadap penyakit yang gejalanya yang
dapat diamati dan dirasakan oleh penderitanya dalam kondisi tertentu, seperti
perasaan kecemasan, kegelisahan, kesedihan, dan amarah. Penyembuhannya dengan
cara menghilangkan sebab-sebabnya. Psikoterapi syariiyah adalah
pengobatan secara psikologis terhadap penyakit yang gejalanya tidak dapat
diamati dan tidak dirasakan oleh penderitanya dalam kondisi tertentu, tetapi ia
benar-benar penyakit yang berbahaya, sebab dapat merusak qalbu seseorang,
seperti penyakit yang ditimbulkan dari kebodohan, subhat, keragu-raguan,
dan syahwat. Pengobatannya adalah dengan penanaman syari’ah yang datangnya dari
Tuhan. Hal itu dipahami dari ayat berikut.
فَمَنْ
يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإسْلامِ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ
يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي
السَّمَاءِ كَذَلِكَ يَجْعَلُ اللَّهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ
(١٢٥)
Barangsiapa yang Allah menghendaki
akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk
(memeluk agama) Islam. dan Barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya,
niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang
mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak
beriman. (Q.S. Al- An’am [6] : 125).[22]
Muhammad Mahmud Mahmud, seorang
psikolog Muslim ternama, membagi psikoterapi Islam dalam dua kategori; Pertama,
bersifat duniawi, berupa pendekatan dan teknik-teknik pengobatan
setelah memahami psikopatologi dalam kehidupan nyata; Kedua, bersifat ukhrawi,
berupa bimbingan-bimbingan mengenai nilai-nilai moral, spiritual, dan
agama.[23]
Psikoterapi dalam Islam yang dapt
menyembuhkan semua aspek psikopatologi, baik yang bersifat duniawi, ukhrawi,
maupun penyakit-penyakit modern adalah sebagaimana dalam syair sebagai berikut:[24]
Tombo ati iku limo warnane:
Maca Qur’an angen-angenan sak
maknane
Kaping pindu salat wengi lukonono
Kaping telu wong kang soleh kumpulno
Kaping papat iku weteng ingkang luwe
Kaping limo zikir wengi ingkang suwe
Salah sawijine sopo bisa nglakoni
Insya Allah, Gusti Allah nyembadani
Artinya:
Psikoterapi hati ada lima macam,
yaitu:
1)
Membaca
al-Qur’an sambil mencoba memahami artinya;
2)
Melakukan
salat malam;
3)
Bergaul
dengan orang yang baik atau sahih;
4)
Perut
supaya lapar (puasa); dan
5)
Zikir
malam hari yang lama.
Adapun
metode-metode yang dipakai dalam psikoterapi secara Islam untuk mengobati dan
mengatasi perilaku abnormal adalah:[25]
1)
Metode Ilmiah (Method of Science)
Metode ini
merupakan metode yang sering diaplikasikan dalam dunia pengetahuan pada umumnya
dimana untuk membuktikan suatu kebenaran dan hipotesa dibutuhkan penelitian
secara empiris dilapangan, maka melalui metode ini dilakukan berbagai teknik
seperti interview (wawancara), eksperimen (percobaan), observasi
(pengamatan), tes dan survei di lapangan.
2)
Metode Keyakinan (Method of Tenacity)
Metode ini merupakan metode berdasarkan suatu keyakinan yang kuat
yang dimiliki oleh seseorang peneliti. Keyakinan ini dapat diraih melalui[26]:
·
Ilmul Yaqin, yaitu suatu
keyakinan yang diperoleh berdasarkan ilmu secara teoritis, seperti firman Allah
Ta’ala:
أَلْهَاكُمُ
التَّكَاثُرُ (١) حَتَّى
زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ (٢) كَلا سَوْفَ
تَعْلَمُونَ (٣) ثُمَّ كَلا
سَوْفَ تَعْلَمُونَ (٤) كَلا لَوْ
تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ (٥)
Bermegah-megahan
telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu,
kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu,
kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan
pengetahuan yang yakin. (Q.S. At
Takaatsur [102] : 1-5)
·
Ainul Yaqin, yaitu suatu
keyakinan yang diperoleh melalui pengamatan mata kepala secara langsung tanpa
perantara, seperti firman-Nya:
لَتَرَوُنَّ
الْجَحِيمَ (٦) ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا
عَيْنَ الْيَقِينِ (٧)
Niscaya kamu
benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan Sesungguhnya kamu benar-benar akan
melihatnya dengan 'ainul yaqin. (Q.S. At- Takaatsur [102] : 6-7)
·
Haqqul Yaqin, yaitu suatu keyakinan yang
diperoleh melalui pengamatan dan penghayatan pengalaman secara empiris, seperti
firman-Nya:
فَأَمَّا
إِنْ كَانَ مِنَ الْمُقَرَّبِينَ (٨٨)
فَرَوْحٌ وَرَيْحَانٌ
وَجَنَّةُ نَعِيمٍ (٨٩)
وَأَمَّا إِنْ كَانَ
مِنْ أَصْحَابِ الْيَمِينِ (٩٠)
فَسَلامٌ لَكَ مِنْ
أَصْحَابِ الْيَمِينِ (٩١)
وَأَمَّا إِنْ كَانَ
مِنَ الْمُكَذِّبِينَ الضَّالِّينَ (٩٢) فَنُزُلٌ مِنْ
حَمِيمٍ (٩٣) وَتَصْلِيَةُ
جَحِيمٍ (٩٤) إِنَّ
هَذَا لَهُوَ حَقُّ الْيَقِينِ (٩٥)
فَسَبِّحْ بِاسْمِ
رَبِّكَ الْعَظِيمِ (٩٦)
Adapun jika Dia
(orang yang mati) Termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah. Maka Dia
memperoleh ketenteraman dan rezki serta jannah kenikmatan. Dan Adapun jika Dia
Termasuk golongan kanan, maka keselamatanlah bagimu karena kamu dari golongan
kanan. Dan Adapun jika Dia Termasuk golongan yang mendustakan lagi sesat, Maka
Dia mendapat hidangan air yang mendidih, dan dibakar di dalam Jahannam. Sesungguhnya
(yang disebutkan ini) adalah suatu keyakinan yang benar. Maka bertasbihlah
dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Maha besar. (Q.S. Al- Waaqi’ah [56] : 88-96)
·
Kamalul Yaqin, yaitu suatu keyakinan yang
sempurna dan lengkap, karena ia dibangun diatas keyakinan berdasarkan hasil
pengamatan dan penghayatan teoritis (ilmul yaqin), aplikatif (‘ainul
yaqin), dan empirik (haqqul yaqin).
3)
Metode Otoritas (Method of Authority)
Metode ini menggunakan otoritas yang dimiliki oleh seorang peneliti
dan psikoterapi yaitu berdasarkan keahlian, kewibawaan, dan pengaruh positif.
Apabila seorang psikoterapis memiliki otoritas yang tinggi, maka sangat
membantu dalam mempercepat proses penyembuhan terhadap suatu penyakit atau
gangguan yang sedang diderita oleh seseorang.
4)
Metode Intuisi (Method of Intuition)
Metode ini berdasarkan ilham yang bersifat wahyu yang datang dari
Allah SWT dimana metode ini sering dilakukan oleh para sufi dan orang-orang
yang dekat dengan Allah SWT dan mereka memiliki pandangan batin yang tajam (bashirah),
dan tersingkapnya alam kegaiban (mukasysyafah). Sesuai dengan
firman-Nya:
وَاتَّقُوا
اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (٢٨٢)
Dan bertakwalah
kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (Q.S. Al- Baqarah [2] : 282)
Selain
itu, ada juga metodologi lain yaitu metodologi tasawuf (method of sufism),
adalah suatu metode peleburan diri dalam sifat-sifat, karakter-karakter, dan
perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari kehendak dan tuntunan Ketuhanan.[27]
Metode ini terbagi tiga, yakni:
a) Takhalli, yaitu metode pengosongan diri dari bekasan-bekasan kedurhakaan
dengan pengingkaran (dosa) terhadap Allah Ta’ala dengan jalan melakukan
pertobatan yang sesungguhnya (tobat nasuha).
b) Tahalli,
yaitu
pengisian diri dengan ibadah dan ketaatan, aplikasi tauhid, dan akhlak yang
terpuji dan mulia.
c) Tajalli,
yaitu
pada tingkat inilah Allah SWT menampakkan dirinya seluas-luasnya pada hamba-Nya
yang dikehendaki-Nya.
Jadi, kepribadian abnormal itu ada
yang berbahaya dan ada pula yang tidak berbahaya baik bagi diri sendiri maupun
bagi orang lain. Dalam hal ini dapat dilakukan pendekatan dan treatment untuk
mengobati dan mengatasi perilaku abnormal baik menggunakan metode Islam dan
metode umum.[28]
D.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Kuntjojo,
M.Pd. 2009. Psikologi Abnormal. Kediri: Program Studi Bimbingan dan
Konseling Universitas Nusantara PGRI Kediri
Robert S.
Feldman. 2012. Pengantar Psikologi: Understanding Psychology 10th
Edition. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika
Kartini Kartono.
2000. Psikologi Abnormal. Bandung: Mandar Maju.
Maramis, W.F.
2008. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University.
Sutardjo A.
Mirahardja, 2005. Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung; PT. Refika
Aditama
Laura A. King.
2012. Experience Psychology 2nd Edition. New York: The Mc
Graw Hill Companies
Carol Wade dan
Carol Tavris. 2007. Psychology 9th Edition Terjemahan Jilid 2. Jakarta:
Penerbit Erlangga
Jeffrey S.
Nevid, dkk. 2005. Psikologi Abnormal. Jakarta: Penerbit Erlangga
Aliah B.
Purwakania Hasan. 2008. Pengantar Psikologi Kesehatan Islam. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada
HM. Hamdan
Bakran Adz-Dzaky. 2004. Konseling dan Psikoterapi Islam. Yogyakarta:
Penerbit Al Manar
Rita L.
Atkinson, dkk. 1983. Pengantar Psikologi Jilid 2. Jakarta: Penerbit
Erlangga
Prof. Dr.
Sutardjo a. Wiramihardja, Psi. 2012. Pengantar Psikologi Klinis [Edisi
Revisi 2012]. Jakarta : PT. Refika Aditama
Yayasan
Penyelenggara Penerjemah/ Penafsir Al-Qur’an Revisi Terjemah oleh Lajnah
Pentashih Mushaf Al-Qur’an Kementerian Agama Republik Indonesia. 2011. Al-Qur’an
dan Terjemahnya. Jakarta: Penerbit Al-Qur’an Tajwid Pertama di Indonesia
Amir An Najjar.
2000. Ilmu Jiwa dalam Tasawuf, Terjemahan Hasan Abrari. Pustaka Azzam
Drs. H. M.
Dimyati Mahmud. 1990. Psikologi Suatu Pengantar. Yogyakarta: BPFE
Yogyakarta bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Yogyakarta
[1] Drs. Kuntjojo,
M.Pd. 2009. Psikologi Abnormal. Kediri: Program Studi Bimbingan dan
Konseling Universitas Nusantara PGRI Kediri, hal. 6
[2] Drs. Kuntjojo,
M.Pd. 2009. Psikologi Abnormal. Kediri: Program Studi Bimbingan dan
Konseling Universitas Nusantara PGRI Kediri, hal. 6
[3] Drs. Kuntjojo,
M.Pd. 2009. Psikologi Abnormal. Kediri: Program Studi Bimbingan dan
Konseling Universitas Nusantara PGRI Kediri, hal. 6
[4] Drs. Kuntjojo,
M.Pd. 2009. Psikologi Abnormal. Kediri: Program Studi Bimbingan dan
Konseling Universitas Nusantara PGRI Kediri, hal. 7
[5] Iin Tri
Rahayu, S.Psi., M.Si., Psi. 2009. Psikoterapi: Perspektif Islam dan
Psikologi Kontemporer. Malang: UIN-Malang Press, hal. 137
[6] Iin Tri Rahayu,
S.Psi., M.Si., Psi. 2009. Psikoterapi: Perspektif Islam dan Psikologi
Kontemporer. Malang: UIN-Malang Press, hal. 137
[7] Robert S.
Feldman. 2012. Pengantar Psikologi: Understanding Psychology 10th
Edition. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika, hal. 249-251
[8] Robert S.
Feldman. 2012. Pengantar Psikologi: Understanding Psychology 10th
Edition. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika, hal. 251
[9] Drs. Kuntjojo,
M.Pd. 2009. Psikologi Abnormal. Kediri: Program Studi Bimbingan dan
Konseling Universitas Nusantara PGRI Kediri, hal. 10-11
[10] Kartini
Kartono. 2000. Psikologi Abnormal. Bandung: Mandar Maju.
[11] Maramis, W.F.
2008. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University.
[12] Sutardjo A.
Mirahardja, 2005. Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung; PT. Refika
Aditama
[13] Hujjatul Islam
Imam Al Ghazali, Ihya Ulumuddin
[14] Iin Tri
Rahayu, S.Psi., M.Si., Psi. 2009. Psikoterapi: Perspektif Islam dan
Psikologi Kontemporer. Malang: UIN-Malang Press, hal. 137-138
[15] Robert S.
Feldman. 2012. Pengantar Psikologi: Understanding Psychology 10th
Edition. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika, hal. 299
[16] Robert S.
Feldman. 2012. Pengantar Psikologi: Understanding Psychology 10th
Edition. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika, hal. 320-321.
[17] Iin Tri
Rahayu, S.Psi., M.Si., Psi. 2009. Psikoterapi: Perspektif Islam dan
Psikologi Kontemporer. Malang: UIN-Malang Press
[18] HM. Hamdan
Bakran Adz-Dzaky. 2004. Konseling dan Psikoterapi Islam. Yogyakarta:
Penerbit Al Manar
[19] Yayasan
Penyelenggara Penerjemah/ Penafsir Al-Qur’an Revisi Terjemah oleh Lajnah
Pentashih Mushaf Al-Qur’an Kementerian Agama Republik Indonesia.2011. Al-Qur’an
dan Terjemahnya. Jakarta: Penerbit Al-Qur’an Tajwid Pertama di Indonesia,
hal. 43.
[20] Yayasan
Penyelenggara Penerjemah/ Penafsir Al-Qur’an Revisi Terjemah oleh Lajnah
Pentashih Mushaf Al-Qur’an Kementerian Agama Republik Indonesia.2011. Al-Qur’an
dan Terjemahnya. Jakarta: Penerbit Al-Qur’an Tajwid Pertama di Indonesia,
hal. 15
[21] Yayasan
Penyelenggara Penerjemah/ Penafsir Al-Qur’an Revisi Terjemah oleh Lajnah
Pentashih Mushaf Al-Qur’an Kementerian Agama Republik Indonesia.2011. Al-Qur’an
dan Terjemahnya. Jakarta: Penerbit Al-Qur’an Tajwid Pertama di Indonesia,
hal. 553.
[22] Yayasan
Penyelenggara Penerjemah/ Penafsir Al-Qur’an Revisi Terjemah oleh Lajnah
Pentashih Mushaf Al-Qur’an Kementerian Agama Republik Indonesia.2011. Al-Qur’an
dan Terjemahnya. Jakarta: Penerbit Al-Qur’an Tajwid Pertama di Indonesia,
hal. 43.
[23] Iin Tri Rahayu,
S.Psi., M.Si., Psi. 2009. Psikoterapi: Perspektif Islam dan Psikologi
Kontemporer. Malang: UIN-Malang Press
[24] Iin Tri
Rahayu, S.Psi., M.Si., Psi. 2009. Psikoterapi: Perspektif Islam dan
Psikologi Kontemporer. Malang: UIN-Malang Press
[25] Amir An
Najjar. 2000. Ilmu Jiwa dalam Tasawuf, Terjemahan Hasan Abrari. Pustaka
Azzam, p. 313
[26] HM. Hamdan
Bakran Adz-Dzaky. 2004. Konseling dan Psikoterapi Islam. Yogyakarta:
Penerbit Al Manar
[27] HM.
Hamdan Bakran Adz-Dzaky. 2004. Konseling dan Psikoterapi Islam. Yogyakarta:
Penerbit Al Manar, hal. 259-269
[28] Drs. H. M.
Dimyati Mahmud. 1990. Psikologi Suatu Pengantar. Yogyakarta: BPFE
Yogyakarta bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Yogyakarta
assalamualaikum mas.. tulisannya mantap.. mohon izin untuk mempelajari lbh lanmjut mas... dan bolehkah saya diskusi lebih lanjut tentang tema ini mas???
BalasHapusMas mau nanya, buku psikolog islam tentang abnorma,contoh bukunya seperti apa yaa?
BalasHapusMas mau nanya, buku psikolog islam tentang abnorma,contoh bukunya seperti apa yaa?
BalasHapus