Urgensi Ilmu Pengetahuan
Betapa pentingnya peranan ilmu pengetahuan dalam
kehidupan manusia, sehingga Nabi menegaskan dalam haditsnya: “Diwajibkan atas
muslim laki-laki dan perempuan untuk menuntut ilmu”. Bukan hanya persoalan akhtrati , tapi juga persoalan duniawi.
Ketertinggalan umat islam saat ini merupakan bukti lemahnya
pengetahuan yang dimiliki oleh umat islam. Ibarat mereka sudah terbang, umat
islam masih naik unta. Ini harus disadari oleh setiap muslim, jangan hanya bisa
bisa menjadi pemakai, akan tetapi penghasil atau pembuat. Itukan lebih baik.
Jika persoalan tersebut lebih mengarah kepada sudut pandang
duniawi, bukan berarti tidak berkaitan dengan urusan akhirati. Coba lihat
faktanya banyak orang yang miskin jauh dari agama, karena kekufuran sangat
dekat dengan orang-orang yang mempunyai ekonomi rendah, sebaliknya keserakahan
dimiliki oleh orang yang sudah berkecukupan.
Orang sangat mudah lalai, karena ilmu yang dimiliki tidak
bermanfaat atau bahkan tidak memiliki pengetahuan, sehingga terjerumus kepada
lebah yang disebut kelalaian. Persoalan ini adalah persoalan
iman dan persoalan iman lagi-lagi kembali kepada persoalan ilmu. Bagaimana
mungkin seseorang bisa beriman dengan benar, jika dia tidak punya pengetahuan
akan hal itu.
Faktanya tidak sedikit orang yang memberikan interpretasi bebas
dan tidak benar terhadap nash (al-Qur’an dan al-Hadits). Sehingga maksud yang
sesungguhnya tidak didapatkan, justru hanya menimbulkan masalah. Coba lihat
permasalahan sekarang permusuhan di internal umat islam, seringkali terjadi.
Ini karena interpretasi yang keliru.
Pernah terjadi di zaman Imam Ja’far as-Shodiq, seseorang mencuri 4
roti kemudian diberikan kepada orang miskin. Ketika dia ditanya oleh Imam, kenapa
anda lakukan hal itu. Dia kemudian membacakan surat al-An’am ayat 160 “Barangsiapa
membawa amal yang baik, Maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan
barangsiapa yang membawa perbuatan jahat Maka dia tidak diberi pembalasan
melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya
(dirugikan).” Saya meman mencuri tapi saya mensedekahkan hasil curian itu.
Jadi pahala saya 40 dan dosa saya 4, akan tetapi saya masi punya 36 pahala lgi.
Jadi saya masi untung.
Inikan merupakan salah satu contoh dari interpretasi yang keliru
terhadap ayat al-Qur’an. Dipahami bahwa cara yang salah tidak menghasilkan
perbuatan yang baik. Jangan menganggap hadits yang mengatakan “segala amal
perbuatan tergantung pada niatnya”. Bahwa niat bisa membantu itu
menghalalkan mencuri, ini sangat keliru. Namun pada pemabahasan lain akan
dibahas keadaan yang membolehkan mencuri. Tapi tidak dibahas di tempat ini.
Ada hal lain yang akan menjadi penutup, yaitu pembicaraan mengenai
tentang pemamnfaatan ilmu pengetahuan. Mendapat renspon dalam agama islam,
jangan sampai banyak umat yang rugi, bakan terjerumus ke dalam lembah kesesatan
karena ilmunya diarahkan ke jalur yang tidak benar.
“Perumpamaan orang-orang
yang dipikulkan kepadanya Taurat, Kemudian mereka tiada memikulnya adalah
seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya
perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. dan Allah tiada memberi
petunjuk kepada kaum yang zalim.” (QS. Al-Jum’ah : 5)
Komentar
Posting Komentar