Mengenal Manusia
Pertanyaan tentang siapa manusia kembali terdengar di telinga
saya, saat menghadiri kajian akhlak yang dibawakan oleh ust. Hasyim Adnan. Saya
rasa ini sangat urgen untuk dipahami. Beliau mengatakan dikala dipertanyakan
tentang siapa manusia itu? Manusia adalah hewan yang berakal. Maka akan muncul
pertanyaan lagi apa yang dimaksud dengan hewan di sini apa? Yang perlu digaris
bawahi di sini adalah manusia dalam pandangan filsafat itu memiliki arti yang
sama. Dapat disimpulkan bahwa filsafat tidak menemukan defenisi manusia yangs
sesungguhnya. Karena al-Qur’an sendiri mengatakan bahwa manusia itu berbeda.
Di saat Allah menjadikan manusia, Dia tidak menggunakan redaksi “kami
jadikan” tapi dengan redaksi “saya”. Dalam redaksi tersebut
ketika Allah menjelaskan manusia. Apakah itu merupakan sebuah personal ataukah
sebuah gelar saja.
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” mereka berkata:
“Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan
membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa
bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui.” (QS.Al-Baqarah:30)
Dalam penolakan yang Allah katakan kepada malaikat di kala
mengatakan kenapa Engkau ingin menjadikan manusia. Allah mengatakan
sesungguhnya Aku lebih mengetahui apa yang kamu tidak ketahui. Secara tersirat
dapat dipahami bahwa Allah sebenarnya mengatakan janganlah kamu (malaikat) so
tahu tentang manusia. Ini terbukti bahwa kemulian malaikat sendiri tidak mampu
memahami manusia yang sesungguhnya.
Sebenarnya penisbatan manusia dalam ayat tersebut di atas Allah mewakilkan
dirinya kepada alam semesta. Inilah yang membuat iblis juga terperosok ke
lemabah kesesatan, karena ketidaktahuannya tentang kemuliaan manusia. Kemulian
tersebut tentunya bukanlah dari segi materi yang melekat pada manusia. Akan
tetapi ada nilai yang Allah lekatkan pada manusia. Sebagaimana yang kita
ketahui bahwa Allah menisbatkan dirinya kepada manusia,
Pada dasarnya ketika mengenal Allah melalui ciptaan-Nya, seperti
lautan, gunung, langit ataupun bumi. Hakikatnya tidaklah mengenal Allah, karena
mengenal Allah yang sesungguhnya adalah Allah sendiri. Barangsiapa yang
mengenal dirinya maka ia kan mengenal Tuhannya (al-Hadits). Allah telah
telah hadir dalam diri manusia, dalam artian Allah mewariskan sifat-sifat-Nya
kepada manusia.
Allah telah memiliki sifat Jalal dan Jamal, namun yang
Allah ingin kedepannkan adalah keindahan. Secara bahasa kasar Allah menisbatkan
manusia sebagai Tuhan. Sehingga jangan sampai manusia mencoreng namaku melalui
sifat-sifatmu yang senonoh.
Dalam perkataan Allah “wa allama Adamal asmaa a…”, sebenarnya
bermakna bahwa hanya dirimulah manusia yang dapat mengerti diriku. Maka
jelaskanlah tentang diriku yang agung, karena makhluk yang lain tidak mengerti
Aku. Malaikat sendiri tidak mengerti apa yang Aku inginkan. Wajarlah jika Allah
marah jikalau dirinya tidak dimengerti atau dipahami oleh manusia. Layaknya
seorang Ibu yang mengajari anaknya yang kemudian tidak mengerti.
Manusia terlalu mahal, janganlah mengklem diri anda sebagai
manusia, apabilah tidak memahami tugas kekhilafaan anda. Jika sifat kita tidak
pernah mencerminkan sifat-sifat Tuhan, sangatlah jauh dari esensi manusia.
Karena Manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah dengan sempurna, oleh
karena itu jangan sampai merusak segalanya.
Mungkin kita mempercayai Tuhan karena sebuah doktrin, karena
sering terdikte dalam benak kita. Kemudian melahirkan sebuah keyakinan yang
mengatakan bahwa tidak percaya Tuhan adalah kafir. Atau hanya sebuah teradisi
yang diturunkan kepada kita. Lantas apa bedanya kita dengan burung Beo?
Kenapa setiap hari kita masi seringkali melakukan perbuatan dosa,
karena tidak mengetahui dimana asal kita dan di mana akan kembali. Di sinilah
pentingnya sebuah kesadaran yang harus dimiliki. Bahasa kasarnya “tahu diri
donk wahai manusia”. Kemudian apa yang menjadi pembeda antara kita dengan
Fir’aun. Jika kita sama-sama bangga melakukan perbuatan dosa.
Jika anda manusia, maka anda akan mengerti diri anda yang
sebenarnya, tentunya anda menggunakan potensi yang Allah berikan dengan baik.
Dan jauh dari sifat-sifat angkuh, sombong dan sifat-sifat tercelah lainnya.
Komentar
Posting Komentar